Bab 41

24K 2.6K 230
                                    

Suasana ruang inap Haechan begitu sunyi, yang terdengar hanya suara alat detak jantung dan alat oksigen yang bekerja membantu pernapasan sang pasien. Sang ibunda senantiasa disebelah sang anak yang terbaring lemas. Tangannya digenggam erat agar tetap hangat.

Ten pun mengelus pucuk kepala si bungsu dengan sayang. "Bear, Mommy sudah gagal menjadi seorang ibu. Seharusnya Mom tidak mengarahkanmu ke jalan yang salah. Maafkan Mommy, Bear."

Setetes air mata jatuh dipipi sang ibunda. Rasa penyesalan menyerang dirinya bertubi-tubi. Hatinya sakit melihat keadaan sang anak yang lemah. Isakan kecil terdengar mengisi kesunyian ini.

"M-mom.." suara serak terdengar. Anak kesayangannya sudah siuman.

"Bear, kau sudah sadar? Terima kasih tuhan."

"M-mom kenapa menangis?" tanya Haechan lirih. Disaat seperti ini, anaknya masih tetap perhatian.

"Minum dulu ya, bear." Ten pun mengambil gelas yang berisi air dan membantu Haechan untuk minum.

"Sudah lebih baik?" tanya Ten khawatir. Haechan pun tersenyum tipis. Ia pun mengangguk pelan.

"Jadi kenapa mom menangis?" tanya Haechan lagi.

"Ah, tidak. Mom hanya merasa gagal menjadi seorang ibu yang baik untukmu." Wajah Ten terlihat murung dan Haechan tentu saja tidak menyukainya.

"Siapa bilang mom gagal? Mom adalah ibu terbaik didunia! Siapa yang bilang begitu? Akan ku patahkan kakinya!" Haechan mendudukkan dirinya diatas ranjang dan segera memeluk Ten erat.

"Mom, jangan pernah berpikir seperti itu. Aku, Kakak dan Daddy begitu menyayangimu. Mommy adalah malaikat kami, tanpa Mommy, kami tidak akan berarti apapun."

"Terima kasih, Bear."

Pelukan pun terlepas. Ten ingin sekali memberitahu Haechan tentang kehamilannya, ia tak ingin Haechan merasa anak yang dikandungnya adalah beban, tetapi adalah anugerah.

"Mom, kenapa aku ada dirumah sakit?" tanya Haechan bingung.

"Bear, kau hamil."

Haechan terdiam sesaat. Tangannya meraba perut yang tampak masih datar. Hamil? Apakah ini adalah anak Mark? Ah jelas, karena ia hanya bercinta dengan Mark saja.

Pikirannya berkecamuk, apakah Mark akan menerima anak ini? Apakah Mark akan bertanggung jawab? Bagaimana jika Mark menolak kehadiran anak ini? Apakah anaknya akan terlahir tanpa seorang ayah?

"Mom.." Haechan menatap ibunya dengan berkaca-kaca.

"Aku hamil? Aku akan menjadi seorang ibu sepertimu?" Ten pun mengangguk.

"Iya sayang, kau akan menjadi seorang ibu."

"Apa aku bisa menjadi ibu yang baik untuknya? Aku ibu yang buruk, Mom. Aku bahkan tidak sadar jika dia telah hadir. Hiks." Air matanya meluncur deras.

"Hei sayang, kau sendiri yang bilang bahwa Mom adalah malaikat. Kau pun sama! Kau adalah ibu yang baik untuk anakmu kelak."

"Aku takut Mark tidak akan menerima keberadaan bayi ini. Dia akan mencampakanku." kata Haechan lirih.

"Tidak sayang. Mark pasti akan bertanggung jawab dan menerima anaknya sendiri. Kau tahu? Tadi Mark datang kemari dan berbicara pada Dad dan Hendery. Ia mengatakan bahwa ia akan bertanggung jawab dan menikahimu. Tapi Dery memukul wajah tampannya karena tersulut emosi."

Hati Haechan menghangat mendengar penjelasan dari ibunya. Mark rela mendapatkan pukulan segar dari kakaknya agar bisa mempertahankan dirinya dan anaknya.

"Hum, bolehkan aku bertemu dengan Mark, Mom?" tanya Haechan pelan. Ia ingin sekali memeluk ayah dari calon anaknya ini. Entah mengapa setelah ia mengetahui dirinya tengah hamil anak Mark, ia tak ingin jauh-jauh dari lelaki tampan itu.

"Aku disini, sayang." Tatapan Haechan terpaku melihat Mark dengan wajah lebamnya. Mark pun menghampiri Haechan.

"Apakah kalian baik-baik saja?" tanya Mark. Kalian? Ah, ternyata dirinya dan anaknya. Haechan pun tersenyum manis.

"Kami baik-baik saja, Daddy."

Sebuah tangan memegang pipi lebam milik Mark. "Apakah sakit?" tanya Haechan. Tak tega ia melihat lelaki yang dicintainya terluka.

"Tidak sebanding dengan apa yang aku lakukan." kata Mark sambil tersenyum tipis.

Haechan mengambil tangan Mark dan menempatkannya diatas perutnya.

"Apa kau tidak ingin menyapanya? Daddy tidak mau menyapa baby, hum?"   kata Haechan sedih.

Menyapa sang anak? Ah, mengapa rasanya begitu canggung dan kaku? Apakah Mark bisa melakukannya? Melihat Mark yang diam saja, Haechan pun menggerakkan tangan Mark untuk mengelus perutnya.

"Tidak apa, kau cukup berbicara saja, Mark." Haechan meyakinkan Mark.

"Baby, kau baik-baik didalam sana ya? Jangan menyusahkan Mommymu. Daddy akan menjaga Mommymu dengan baik. Kami menyayangimu."

Dikecupnya perut Haechan.

"Mari kita menjadi orang tua yang baik untuk Baby."

-tbc-

Bajingan, tiba-tiba gue gemesh ngetik pas bagian akhir, mark ngomong sama anaknyaa, huaaaaaaa

Triple update!
Baik banget kan gue?

MORE AND MORE [MARKHYUCK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang