Epilog [4]

4.5K 260 17
                                    

17 years ago

"Dokter bagaimana keadaan istri dan kedua anak saya?" Damian menghampiri seorang dokter yang baru saja keluar dari ruang persalinan dengan perasaan khawatir. Dokter itu menatap Damian dengan tatapan yang sulit diartikan, ia melepas kacamatanya dan menghela napasnya

"Kelahiran prematur memang beresiko tinngi pak" Ucapnya membuat Damian semakin khawatir, degup jantungnya berdetak lebih keras

"Ke-kenapa dok? Me-mereka bertiga baik-baik saja kan?" Tanya Damian dengan kalut

"Maaf Pak, kedua putri bapak tidak dapat diselamatkan."

Bagai ditusuk belati, Damian mematung mendengar pernyataan yang diucap dokter itu. Rasa sakit menggerogoti relung hatinya. Ia menatap dokter itu sambil menggelengkan kepalanya brutal

"Ng-nggak! Nggak mungkin! Mereka nggak boleh meninggal! Aku dan Deci sudah menantikan mereka selama empat tahun! Me-mereka nggak boleh pergi!" Sanggah Damian menggelengkan kepalanya dengan brutal berusaha menolak kenyataan. Dokter itu menatap Damian dengan sendu

"Maaf Pak, kedua putri anda tidak sanggup untuk melihat dunia. Rahim ibu Deci memiliki masalah yang serius, dulu sebelum ibu Deci hamil saya sudah mengingatkan jika yang akan selamat hanya satu diantara ketiganya. Kedua putri anda gugur, dan ibu Deci kritis" Jelas dokter itu membuat Damian kembali mematung, kakinya melemas. Ia meluruh di lantai sambil menutupi wajahnya meredam isak tangisnya yang keluar

"Ng-nggak! Nggak boleh! Mereka nggak boleh pergi! Hiks" Tangisnya pecah tanpa bisa ia bendung. Dokter itu menatap prihatin Damian ia menepuk pelan bahu Damian

"Lihatlah kedua putri anda untuk yang pertama dan terakhir kalinya. Saya permisi" Dokter itu berjalan menjauh, meninggalkan Damian yang masih menangis

Damian berdiri, ia berlari menuju ruang bersalin itu. Ia berjalan pelan menuju sebuah box tempat bayi. Kakinya melemas melihat keadaan bayi itu

Kulit bayi itu berwarna sedikit biru keunguan seperti luka lebam. Damian menyentuh salah satu bayi itu.

"Sayang hiks, kalian ng-nggak ninggalin mama sama papa kan? Ka-kalian nggak pergi kan? Hiks ja-jangan tinggalin mama sama papa hiks" Isak tangis Damian keluar dengan sendirinya. Ia memeluk tubuh kaku putrinya dengan erat

"Hiks ba-bangun hiks, ka-kalian nggak boleh pergi hiks, mama sama papa udah nunggu kalian lama hiks" Damian meletakkan bayi itu kedalam boxnya ia beralih menatap bayi lainnya yang ada disamping bayi itu. Ia mengelus kulit tipis bayi itu, lagi lagi air matanya jatuh tanpa ia minta

"Hiks, a-apa yang harus kukatakan pada Deci hiks, ya Tuhan bantu aku hiks" Ia jongkok, mengusap gusar rambutnya

Tak lama seorang suster datang ke ruangan ini, Damian menoleh kearah suster itu

"Maaf tuan, saya mau memandikan kedua putri anda" Ucap suster itu dengan sopan. Damian berdiri. Memeluk box bayi itu dengan erat, kepalanya menggeleng brutal

"Ng-nggak! Nggak boleh! I-ini anakku! Kau tidak bisa mengambilnya!" Sentak Damian ketika suster itu berjalan maju

"Maaf tuan, tapi kedua bayi itu harus dimandikan sebelum dimakamkan" Balas suster itu dengan lembut. Ia tersenyum maklum kepada Damian yang terlihat kacau

"Ti-tidak! Kedua anakku masih hidup! Me-mereka hanya tidur! Kau pergi dari sini!" Usir Damian dengan suara bergetar nya. Suster itu hendak berjalan maju tapi suara seseorang mengalihkan atensi mereka berdua

[1]  AMELATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang