"Ray, lo gapapa?" tanya Arland yang menghampiri brankar Rayhan.
"Gue gapapa," jawab Rayhan yang masih terbaring.
"Jadi gimana Dok, keadaan sodara saya? Gak ada luka serius kan?" tanya Arland kembali, kali ini pada Dokter.
"Saudara anda hanya mengalami benturan ringan pada area sekitar pundak dan lehernya saja. Tidak ada luka yang serius, hanya butuh istirahat total dan minum obat pereda nyeri."
"Oh, syukur kalo gitu. Terima kasih Dokter," ucap Arland pada Dokter dihadapannya.
"Sama-sama. Kalo begitu saya permisi dulu," pamit sang Dokter sembari melangkahkan kaki pergi dari ruangan IGD.
"Bro, lo serius gapapa?" tanya Arland kembali memastikan.
Rayhan terkekeh, "Gue gapapa."
Bugh!
"Arrghh!" Rayhan memekik saat lengan bagian atasnya di tinju oleh Arland.
"Kenapa? Katanya gak sakit," ledek Arland disusul kekehannya.
"Ya, gak gitu juga." Rayhan memutar bola matanya.
"Eh, ngomong-ngomong Alea gak kenapa-kenapa kan?" lanjutnya.
"Alea gapapa kok."
"Oh, syukur deh." Sudut bibir Rayhan terangkat.
"Ray, lo kenapa sih masih peduli sama Alea? Secara kan dia gak peduli tuh sama lo," tanya Arland to the point.
Rayhan menghela napasnya sejenak, setelah itu mengembuskannya pelan. "Karena gue sayang sama dia. Dan gue udah janji sama Rafka buat jagain dan lindungin dia," ungkap Rayhan dengan jujur.
"Iya, lo sayang dia. Tapi dia-"
"Udah, Land. Gak usah dibahas, gue ngerti kok."
Setelah itu hening tidak ada percakapan diantara Arland dan Rayhan. Namun, suara rusuh Bima dan Dion yang baru saja datang memecah keheningan.
"Elo sih!" pekik Dion sembari menunjuk-nunjuk ke arah Bima.
"Kok gue?" cibir Bima tak terima.
"Yah, gara-gara lo gue jadi ikutan ditampar."
"Itu namanya keadilan. Hahaha ...." Bima tertawa terbahak-bahak.
"Heh, lo berdua habis dari mana?" tanya Arland sembari menatap mereka curiga.
"Gue sama Dion habis jalanin misi," jawabnya dengan santai.
Arland mengerutkan keningnya. "Misi apaan?"
"Misi buat ngajakin dinner Suster cantik," celetuknya, membuat Arland dan Rayhan saling tatap menatap.
"Sumpah bukan temen gue Ray," ucap Arland pada Rayhan sembari mengacungkan dua jarinya membentuk huruf 'V'
"Terus berhasil gak?" tanya Rayhan penasaran dengan akal busuk mereka.
"Enggak."
"Yang ada kita malah ditampar," timpal Dion sembari mengusap-usap pipinya yang memerah akibat tamparan maut sang Suster yang mereka goda.
Jawaban Bima dan Dion mengundang gelak tawa Arland dan Rayhan.
"Hahaha ... gila gak kebayang sih sensasinya," ledek Rayhan yang masih belum berhenti tertawa.
"Tangan cewe itu emang lembut. Tapi kalo dipake nabok, Masyaallah ... damage-nya bukan maen!" tambah Arland membuat suasana diruangan itu semakin seru. Apalagi ekspresi Bima dan Dion yang diledek habis-habisan oleh Arland dan Rayhan.
Ceklek!
Tiba-tiba suara pintu terbuka dan menampakkan sosok Alea di sana. Seketika mereka melunturkan senyumnya dan diam.
"Alea," gumam Rayhan.
"Bro, keluar dulu yuk beli minum." Arland mengkode mereka supaya Rayhan bisa bicara berdua dengan Alea.
"Oke." Mereka menganggukkan kepalanya dan bergegas pergi dari ruangan.
Setelah 3 curut keluar dari ruangan, Alea menghampiri brankar Rayhan tanpa ekspresi apapun.
"Al, lo gapapa?" tanya Rayhan memastikan jika Alea tidak kenapa-kenapa.
Alea menggeleng, "Nggak."
"Oh, syukur kalo git-"
"Lo ngapain sih pake nolongin gue segala?" potong Alea sembari menatap Rayhan intens.
"Ya karena gue gak mau sampe lo kenapa-kenapa."
"Oh, gitu? Terus setelah lo nolongin gue, lo bakal minta imbalan? Dan pasti imbalannya itu gue harus mau sama lo, iya kan?" ujar Alea menduga-duga.
Rayhan tersenyum tipis. "Gue gak ada niatan sampe situ Al. Gue nolongin lo karena gue sayang sama lo. Dan gue udah janji sama Rafka buat jagain dan lindungin lo, sekalipun nyawa gue yang jadi taruhannya."
Mata Alea mulai berkaca-kaca. Namun, sebisa mungkin ia harus menahannya agar tidak jatuh di hadapan Rayhan. Takut-takut nanti Rayhan menyangka jika Alea telah memberikan kesempatan untuknya.
"Gak perlu. Gue bisa jaga diri gue sendiri," ketus Alea.
"Bisa jaga diri?"
Alea menganggukan kepalanya, "Iyalah."
"Yang dimaksud bisa jaga diri itu kayak tadi? Iya?"
"Kalo tadi gak ada gue, gue gak tau deh lo bakal di apain."
"Oh, jadi mentang-mentang lo nolongin gue, lo banggain diri lo sendiri?" bentak Alea.
"AL, CUKUP!" bentak Rayhan dengan nada tinggi sampai-sampai membuat Alea terlonjak kaget.
"Al, maaf. G-gue gak bermaksud buat-"
Rayhan yang mencoba meraih tangan Alea langsung ditepis kasar oleh sang pemiliknya.
"Lepasin! Tadinya gue mau maafin lo, Tapi kayaknya gak perlu." Setelah itu Alea pergi dari ruangan Rayhan dengan air mata.
Rayhan tak tinggal diam. Ia bangkit dari brankarnya dan bergegas menyusul Alea.
"Al!"
"Al, tunggu!"
"Al, maafin gue. Gue gak bermaksud gitu!"
Bruk!
Rayhan terjatuh di lantai koridor rumah sakit. Arland, Bima dan Dion dengan cepat menghampiri Rayhan yang terduduk di lantai.
"AARGHHH!!"
"Rayhan!" pekik Arland yang melihat temannya dengan keadaan seperti itu.
"Ray, lo mau kemana?"
"Gue mau nyusul Alea. Dia udah salah paham sama gue," jawab Rayhan yang masih menatap kepergian Alea.
"Udah Ray, biarin dulu Alea."
"Gue udah bentak dia barusan, hampir aja gue dapet maaf dari dia. Tapi, gue malah bikin dia tambah benci sama gue. Gue bodoh, Land. Gue bodoh!"
"Lo jangan salahin diri lo sendiri Ray," timpal Bima yang ikut merasa tak tega dengan Rayhan.
"Iya, mending lo kembali ke ruangan lo dan istirahat." Dion berujar.
"Gue mau pulang."
"Ta-tapi, Ray-"
"GUE MAU PULANG!" sentak Rayhan membuat teman-temannya menuruti kemauannya.
**
"Ke-kenapa gue harus nangis sih? Pa-padahal dulu sering dibentak Rayhan, tapi kenapa sekarang g-gue malah cengeng sih." Alea mendumel sepanjang koridor. Ia tak tahu dan bingung dengan pikirannya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
RALEA (Tahap Revisi)
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA DAN VOTE SETELAH MEMBACA] ⚠DON'T COPPY MY STORY⚠ __________________________________________________ Terjebak diantara 2 cinta memang sangat sulit, sama halnya dengan yang di alami seorang gadis berparas cantik satu ini. Ia...