🍁 (45) 🍁

54 9 5
                                    

Kini Alea tengah berbaring di kasur empuknya dengan selimut menutupi sebagian tubuhnya. Matanya menatap langit-langit kamar. "Siapa yah orang yang udah lakuin itu ke gue? Terus kenapa Rayhan bisa datang di waktu yang tepat?" monolog Alea.

Lalu ia bangkit dan mengubah posisinya menjadi duduk. "Tunggu, tadi kan pas Rayhan pingsan yang nolongin Arland CS. Mending gue tanya sama mereka deh, siapa tau mereka tau sesuatu."

Alea meraih ponselnya yang tergeletak di atas nakas. Setelah itu ia memencet kontak Arland dan menghubunginya.

"Halo Al, ada apa?" ujar Arland diseberang sana.

"Halo, Land? Gue ganggu gak?" tanya Alea memastikan terlebih dahulu jika dirinya mengganggu kegiatan Arland atau tidak.

"Enggak kok. Memangnya ada apa?"

"Kalo bisa sih kita ketemuan, susah kalo dijelasin di telepon mah."

"Yaudah lo siap-siap, biar gue jemput lo."

"Oke, thank's yah Land."

"Sans aja."

Setelah itu Alea memutuskan sambungan telepon nya dan bersiap-siap.

Tak lama setelah itu, Arland sudah sampai di rumah Alea. Lalu mereka meminta izin untuk keluar sebentar dan berpamitan.

_____

Kafe Rainbow, pukul 20 : 15 WIB

"Lo mau ngomong apa?" Arland meletakkan gelas minumannya.

"Jadi gini, tadi kan pas si Rayhan pingsan lo sama Bima dan Dion yang bantuin nolongin. Nah, lo ada di sana sejak kapan?"

"Sebenernya gue sama Bima dan Dion habis nyusulin si Rayhan dari makam Rafka. Dan gue gak tau kejadian yang menimpa lo, gue cuman tau pas si Rayhan udah pingsan."

Alea hanya mangut-mangut paham sambil sesekali ia mengembuskan napas pasrah.

"Lo tenang aja, gue sama temen-temen gak bakal biarin ini semua. Kita semua bakalan cari siapa dalangnya, dan sebenernya gue curiga sama ...."

"Audi," jawab Alea dan Arland bersamaan.

"Ternyata feeling lo sama kayak gue," ujar Alea.

"Tapi kita gak boleh asal nuduh dulu. Lebih baik lo ikut sama kita buat cari bukti terlebih dahulu, Kania sama Fira juga ikut kok."

"Oke gue ikut."

"Yaudah kita pulang aja, udah malem." Arland mengajak Alea pulang. Lalu memanggil mbak pelayan untuk membayar minumannya.

"Em, tunggu dulu Land." Alea mencekal pergelangan tangan Arland.

"Ada apa?"

"G-gimana keadaan Rayhan?" tanya Alea terbata-bata.

Arland menyunggingkan senyumnya tipis. "Udah baikan kok. Kenapa, khawatir?" goda Arland.

"A-apa eng-enggak, siapa juga yang khawatir. Gue cuman ngerasa hutang budi aja karena dia udah nolongin gue tadi," ujar Alea.

"Oke-oke, gue becanda."

"Yaudah yuk pulang." Alea menarik pergelangan tangan Arland paksa.

**

Setelah mengantar Alea pulang, Arland pergi ke rumah Rayhan. Karena ada sesuatu hal yang harus ia bicarakan.

"Habis dari mana lo mal-malem gini?" tanya Rayhan penasaran.

"Dari kafe sama Alea," jawab Arland santai.

Rayhan menekuk kedua alisnya. "Ngapain?"

"Eh, lo tenang aja. Alea ngajak gue ketemuan karena ada hal yang harus di bicarain," jelas Arland yang seolah tau apa arti tatapan Rayhan barusan.

"Emangnya Alea ngomong apa?"

"Mau tau aja atau mau tau banget?" Arland menggoda Rayhan yang tampaknya sudah kesal.

"Serius Land."

"Iya-iya, sabar. Jadi tadi Alea nanyain tentang orang yang culik dia, dia ada feeling kalo yang culik dia itu si Audi CS. Tapi gue gak bisa asal nebak, lebih baik kita cari bukti yang banyak dulu. Gimana menurut lo?"

"Gak heran sih kalo Alea punya feeling kayak gitu. Secara kan selama ini yang sering jahatin Alea yah Audi. Tapi gue setuju sama usul lo," ucap Rayhan.

"Dan tadi juga Alea nanyain lo, katanya dia khawatir sama lo."

Rayhan tertawa hambar. "Lo gak usah ngada-ngada."

Arland menaikkan sebelah alisnya, "Gue serius Junaedi!"

"Yah kalo iya juga, pasti karena ngerasa hutang budi kan?" Rayhan menebak-nebak.

"Eh gak—" Arland mengetuk-ngetuk dagu nya. "Bener juga sih," gumamnya.

"Gue gak terlalu berharap kok Land," ungkap Rayhan.

Arland merangkul pundak Rayhan. "Lo sabar aja. Gue yakin suatu hari nanti lo akan bahagia sama jalan hidup lo sendiri."

"Gue gak yakin kalo hidup gue bakal happy ending," celetuk Rayhan.

"Lo jangan ngomong gitu Ray, lo harus terus berjuang demi hidup lo."

"Lo nginep aja di sini aja, gue kesepian."

"Dengan senang hati," kekeh Arland.

***

Keesokan pagi nya ...

"Ray gue pake baju seragam lo yah!" teriak Arland dari atas.

"Terserah lo!"

Rayhan tengah duduk di kursi meja makan menunggu Arland memakai seragamnya. Tapi, tak lama setelah itu Arland menuruni tangga dan mengenakan seragam sekolah milik Rayhan.

"Jadi lo enak yah, mau apa aja tinggal pilih. Kamar lo kayak toko serba ada. Nih, gue ambil tas lo yang ini plus gue nyolong buku lo," ucap Arland sembari menunjukan barang-barang yang ia pakai.

"Ambil aja. Tapi asal lo tau, Land. Gue gak bahagia dengan harta kekayaan orang tua gue ini. Percuma punya segalanya, punya banyak uang, barang mewah, tapi gue kesepian. Gue lebih suka hidup sederhana tapi dikelilingi orang-orang yang sayang sama gue."

"Sorry, Ray. Gue salah ngomong yah?" ujar Arland yang merasa bersalah.

"Lo gak salah, tapi memang ini faktanya." Rayhan tersenyum miris.

"Masih ada gue Ray. Lo bisa anggep gue kayak sodara lo sendiri."

Rayhan terkekeh, "Lo kan emang sodara gue."

"Eh, iya. Sodara beda lobang maksudnya," lanjut Arland dengan tawa nya.

"Udah-udah, mending kita sarapan. Lo ambil tuh semua makanan di meja ini semau lo," suruh Rayhan.

"Wih, thank's bro."



RALEA (Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang