42. Maaf

8K 706 139
                                    

••••————••••
Orang yang paling berpotensi untuk menghancurkanmu adalah seseorang terdekatmu
••••————••••

Kenzi mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kelas, akan tetapi ia tak mendapati keberadaan Vanda. Teman-temannya yang lain sudah berkumpul di kelas karena bel sudah berbunyi, tapi Vanda sama sekali belum menampakkan batang hidungnya. Sudah beberapa hari ini Vanda tidak masuk kelas, entah kemana perginya anak itu.

Kenzi menjadi cemas sendiri, apalagi masalah mereka beberapa hari yang lalu belum juga selesai. Dirinya ingin cepat-cepat membereskan masalah mereka berdua, ia tak ingin terus menerus seperti ini, menurutnya ini sangatlah kekanak-kanakan.

Masalah memang sering menerpa hubungan pertemanan, tapi itu bukan menjadi alasan untuk saling menghindar bukan? Masalah ada untuk dihadapi dan bukan dihindari, ia ingin menyelesaikannya secara dewasa, bukan saling menghindar seperti anak-anak.

Ana menyerengit kala melihat Kenzi yang seperti tengah mencari-cari sesuatu, gadis itu terlihat sangat gelisah, jika diibaratkan mungkin seperti cacing kepanasan.

"Lo kenapa sih? Celingak-celinguk gak jelas, lo nyariin siapa?" tanya Ana kesal.

Kenzi mengalihkan perhatian pada sosok di sampingnya, "Gue nyariin Vanda, kemana dia? Gue pengen cepet-cepet nyelesain masalah waktu itu."

Ana memutar bola matanya malas, ini sifat yang tidak ia sukai dari Kenzi. Temannya ini selalu saja mau mengalah dan tidak memikirkan dirinya sendiri saat menyangkut dengan pertemanan, ini semua salah Vanda karena terus-menerus menyalahkan Kenzi saat itu, tapi kenapa sekarang malah dia yang ingin bertemu dengan Vanda? Sungguh Ana tak habis pikir dengan gadis itu.

"Lo kenapa mau ngalah gitu aja? Lagian ini salah dia juga, kenapa kemaren malah asal bentak-bentak gitu? Kek cuma dia yang paling bener!" ketus Dila dari belakang. Kedua gadis itu menengok kearah lawan, Hikari yang sedari tadi sibuk dengan sosmednya pun beralih pada teman-temannya.

Kenzi berdecak, "Kalo gak buru-buru di selesain, nanti yang ada malah runyam ni masalah!" ketusnya.

"Kalau gue setuju sama Kenzi, semakin cepat menyelesaikan masalah, itu semakin bagus bukan?" sahut Lya dengan mata yang masih terfokus pada tulisan-tulisan yang membahas tentang zat-zat kimia.

"Tapi sekarang, Vanda kemana? Beberapa hari ini dia gak masuk kelas," ujar Kenzi.

Hikari hanya memutar bola matanya culas, "Makannya jangan keseringan bolos! Kemaren waktu kalian bolos dan gak ngajak gue, si Vanda di pindahin kelasnya, katanya sih dia gak sanggup ngikutin anak-anak unggulan kelas kita, apalagi dia murid baru dan sama guru dibolehin gitu aja," jelas Hikari panjang lebar.

Mereka hanya melongo, semudah itukah berpindah-pindah kelas?

"Emang bisa ya pindah kelas?" tanya Ana dengan tampang bingungnya.

Hikari hanya menggidikan bahunya, "Buktinya dia pindah," balasnya acuh tak acuh.

Kenzi hanya mengembuskan napasnya lelah, jika seperti ini maka perpecahan di antara mereka akan semakin besar. Pasti akan sedikit sulit untuk menemui temannya yang sudah berbeda kelas tersebut.

"Woy pengumuman!" teriak ketua kelas di depan, tetapi tak ada yang menghiraukannya sama sekali. "Woy! Kalian mau tahu pengumuman kagak! Berisik mulu kaya pasar!" Semua mata kini tertuju pada seorang remaja laki-laki berperawakan tinggi.

Leader Girl (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang