"Woy! Diem mulu, kenapa lo?" Dirga menatap Bagas sebentar lalu kembali menghisap benda yang terselip diantara jarinya. "Ye ditanyain malah diem aja!''
Bagas mendengus kesal karena tak dihiraukan sama sekali oleh ketuanya ini. Ia lalu mengambil bungkusan kotak di depannya, ia membakar benda putih lonjong yang memiliki cita rasa aneh itu, sebelum akhirnya menghisapnya dengan perlahan. Menikmati setiap asap yang masuk kedalam mulutnya lalu mengeluarkannya secara perlahan.
Sudah menjadi kebiasaan mereka saat sedang berkumpul seperti ini, rokok tak pernah absen dari mulut mereka. Entahlah, mungkin mereka sudah candu pada benda yang mengandung nikotin tersebut.
Tak lama Aldo, Rangga, dan Satrio menyusul mereka duduk di sofa setelah lelah bermain game. Tak berbeda jauh dari dua remaja tadi, mereka pun sama-sama menghisap asap-asap yang membuatnya candu itu, bedanya jika Rangga ia lebih memilih merokok dengan menggunakan rokok elektrik daripada rokok yang biasanya.
"Gak nyebat?" tanya Aldo pada Satrio dan dibalas gelengan kepala olehnya.
Satrio lebih memilih memainkan ponselnya daripada mengonsumsi benda sialan itu. Ia sangat jarang merokok ataupun menggunakan vape kecuali saat dirinya benar-benar frustasi dan tak tahu harus apa, barulah ia melarikan diri pada benda-benda tersebut.
"Kemaren gue ketemu Dea, alumni sekolah kita, lo tau sekarang dia behh! Gila, bodynya mantap ... banget," ucap Bagas dengan semangat. Membayangkan tubuh Dea saja sudah membuat Bagas tergoda.
Aldo menoleh padanya, "Terus gimana-gimana? Dia udah punya pacar belum? Ya kali aja bisa gue dapetin."
"Emang dia mau sama keturunan monyet kek lo?" cibir Rangga, sepertinya kedua temannya ini harus cuci otak agar pikirannya sedikit bersih.
"Sirik aja lo nyet! Ngomong-ngomong kemaren waktu diclub gue ketemu sama mantan lo, Ngga. Dia tambah glowing terus bodynya juga tambah waw," ujar Aldo. Rangga meliriknya sekilas lalu kembali menghisap rokok elektrik miliknya hingga menimbulkan asap berbau seperti anggur.
Rangga beberapa kali menghembuskan asap dalam mulutnya sebelum membalas perkataan Aldo.
"Bodo amat, yang penting gue udah punya Dila yang lebih waw," balasnya cuek, toh sekarang ia sudah milik Dila dan untuk apa mengurusi mantan lagi? Tidak penting.
Dirga mematikan putung rokok yang sudah hampir habis itu lalu kembali bersender pada senderan sofa.
"Gosip mulu, kek cewek lo. Belum tentu yang lo omongin bener," cibir Dirga.
Dirinya sudah cukup muak dengan pembahasan teman-temannya. Hanya perempuan saja yang ada di dalam pikiran mereka.
Bagas terkekeh kecil, "Emang cewek doang yang boleh gosip, mereka mah kalo ngomong kadang beda tempat beda omongan, kalo kita 'kan engga."
Aldo mengangguk, membenarkan omongan Bagas tadi. Toh yang diucapkan oleh Bagas itu benar, yang mereka omongkan tadi memang nyata menurut pandangan mereka.
"Gue liat Kenzi sama orang di kedai eskrim." Perkataan dari Satrio membuat semua mata tertuju padanya. Tak terkecuali Dirga yang tadi sempat fokus pada ponselnya kini sudah menghadap ke arah sang pembicara.
"Tau dari mana lo?" Bukan Dirga yang bertanya, melainkan Aldo. Entahlah, jiwa kepo lelaki itu tiba-tiba bangkit begitu saja.
Mata Satrio terus terfokus pada layar ponselnya, "Tadi gue nemenin Angel beli eskrim dan gak sengaja gue liat dia lagi bercanda sama cowok sambil makan eskrim," jelas Satrio panjang lebar, ia menjelaskan detail dari apa yang sempat ia lihat barusan.
"Mungkin aja itu si Kenzo, dia 'kan kembarannya Kenzo, ya siapa tau mereka lagi makan eskrim bareng," celetuk Rangga, padahal ia sudah yakin siapa yang bersama dengan Kenzi saat itu. Akan tetapi, dirinya enggan untuk berbicara yang sejujurnya. Rasanya ini bukan haknya. "Lo percaya kalo itu Kenzo 'kan, Dir?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Leader Girl (END)
Teen FictionTentang sebuah kisah yang melibatkan banyak hati dan perasaan, tentang lingkaran takdir yang selalu membelenggu manusia. Tentang permainan takdir yang entah bagaimana maunya. Tentang misteri takdir yang selalu mengikat manusia, bagaimana tuhan menja...