Bermalam di atas gunung memanglah memiliki sensasi tersendiri. Ditemani oleh sorot rembulan dan gemerlapnya bintang-bintang membuat malam mereka menjadi menyenangkan.
Duduk mengelilingi api unggun dengan secangkir coklat di tangan mereka masing-masing dapat sedikit menghangatkan tubuh mereka dari dinginnya angin malam.
"Untuk menghilangkan kegabutan kita yang unfaedah, gimana kalau kita buat tantangan aja?" Suara Bagas mendominasi tempat tersebut.
Mereka langsung memperhatikan Bagas yang sedang berbicara di tengah-tengah, tepatnya di depan api unggun, mungkin hanya berjarak beberapa centimeter saja.
"Sebelum mau buat tantangan, itu pantat lo kagak panas kena api gitu?" tanya Aldo saat beberapa helai kain jaket yang diikatkan pada pinggang Bagas hampir terbakar, bahkan ujungnya sudah terdapat nyala api.
Sontak Bagas menengok ke belakang dan benar saja, ujung jaketnya sudah terdapat nyala api. Ia pun terlonjak-lonjak sembari berusaha untuk mematikan api tersebut.
Bagas berlarian mengitari mereka. Sontak hal tersebut membuat mereka tertawa terbahak-bahak.
Satrio yang kesal pun langsung mengambil botol minuman disampingnya dan langsung menyiramkannya pada Bagas. Air itu mengenai api tersebut, tetapi bukan hanya apinya saja yang padam karena tersiram air, tapi wajah Bagas juga ikut terkena siraman air dari Satrio.
Bagas memasang wajah masamnya seraya mengelap wajahnya yang basah dengan telapak tangan, "Bangsat! Kalo mau bantuin yang ikhlas bambang!"
"Gue sebenernya gak niat bantu. Niatnya mau nyiram muka lo pakek air tapi malah kena apinya juga, ya alhamdulillah," balasnya santai dan datar, bahkan tak ada rasa bersalah sama sekali yang tercetak di wajahnya.
Semuanya kembali di buat tertawa oleh penuturan dari Satrio. Cowok itu memanglah sangat keterlaluan.
"Karena gue anaknya soleh dan tidak pendendam jadi gue maafin." Semua menatap bingung, memang sejak kapan Satrio meminta maaf?
"Gimana kalau kita main ToD aja?" sambungnya lagi.
"Boleh," balas Hikari cepat.
"Jangan-jangan! Nanti kalo main ToD pakek botol ada yang gak kena," protes Ana.
Memang benar yang dikatakan oleh Ana, jika menggunakan botol yang diputar kemungkinan ada yang tidak tertunjuk oleh botol tersebut.
"Bener juga, 'kan kita gak ada yang tau nasib seseorang," balas Rangga.
Saat yang lain sedang berdebat Kenzi dan Dirga malah memandangnya dengan santai sembari menyesapi coklat panas mereka.
"Dingin?" tanya Dirga pada gadisnya yang sedang menyenderkan kepalanya pada bahu Dirga.
Merasa ditatap, Kenzi mendongakkan kepalanya menatap sang kekasih, "Enggak, gue 'kan pakek switer."
Dirga melepaskan jaket lalu memasangkannya pada bahu Kenzi. Kenzi menyeritkan bingung, bukankah dia sudah bilang jika dia tidak kedinginan.
"Gue gak papa, Dir," ucap Kenzi sembari melepaskan jaket milik Dirga, tapi langsung ditahan oleh laki-laki ini.
"Tangan lo dingin, gue gak mau lo sakit," ucapnya dengan mengecup singkat kening Kenzi.
"Nyamuk! Nyamuk! Kok banyak banget sih nyamuknya," ujar Dila dengan pura-pura mengusir nyamuk.
"Tuh 'kan kak, mereka kalo pacaran mah gak liat tempat and waktu," cibir Elma.
"Serasa dunia milik berdua, yang lain mah ngontrak!" balas Aldo.
Kenzi dan Dirga sama-sama menggidikan bahunya acuh tak acuh, mereka kembali ke posisi semula dan menatap teman-temannya dengan tampang tak berdosa.

KAMU SEDANG MEMBACA
Leader Girl (END)
Teen FictionTentang sebuah kisah yang melibatkan banyak hati dan perasaan, tentang lingkaran takdir yang selalu membelenggu manusia. Tentang permainan takdir yang entah bagaimana maunya. Tentang misteri takdir yang selalu mengikat manusia, bagaimana tuhan menja...