||•••°Ada satu hal yang gak bisa dilihat, digenggam, ataupun dicengkeram tapi muda sekali untuk di hancurkan, ya sebuah kepercayaan°•••||
Kelas sudah di mulai, mata Kenzi tertuju pada papan tulis putih yang sudah penuh akan coretan-coretan dari guru. Sudah hampir tiga jam guru tersebut masih menjelaskan materi yang entah mengapa terasa membingungkan bagi Kenzi.
Jujur dirinya sangat malah mengikuti pelajaran ini. Namun, apa boleh buat, Azam mengancamnya jika ia tidak mengikuti pelajaran. Kepala sekolah itu mengancam akan mengadukan sikapnya selama belajar di SMA Cakrawala pada Devan. Dan tentu saja itu membuat Kenzi langsung luluh, ia tak ingin jika di pindahkan ke luar negeri lagi karena hal sepele ini.
Ana yang duduk disamping Kenzi hanya memandang prihatin dan juga geli, ia tahu betul sikap Kenzi. Tangan Ana terulur untuk menepuk bahu Kenzi.
"Sabar, terima aja dari pada lo dipindahin ke luar negeri lagi. Nanti gak bisa ketemu sama Dirga," bisik Ana dengan tertawa kecil.
Kenzi menatapnya dengan tajam lalu memukul lengan Ana, "Mulut lo mau gue sobek hah?!" ketus Kenzi dengan netra yang masih menatap gadis di sampingnya dengan tajam.
Bukannya takut, Ana malah semakin terbahak-bahak melihat wajah kesal sahabatnya. Jarang-jarang ia bisa menganggu Kenzi seperti ini.
"Bener yang dibilang Ana, mending terima nasib aja dari pada gak bisa ketemu Dirga lagi ye kan?" sahut Dila dari belakang Kenzi dengan menaik turunkan alisnya.
Kenzi menghela nafas panjang, kenapa ia bisa duduk di antara curut-curut menyebalkan seperti mereka?! Untung saja Hikari duduk sedikit jauh darinya, jika tidak mungkin gadis itu juga akan ikut-ikut menertawakan dirinya.
Sibuk meledeki Kenzi terus menerus, mereka sampai tak sadar jika bel istirahat telah berbunyi dan guru sudah keluar dari kelas mereka.
Hikari dan Lya berjalan menghampiri temannya yang masih sibuk tertawa itu, kecuali Kenzi tentunya. Karena wajah gadis itu terlihat sangat masam mendengar ledekan dari Dila dan juga Ana.
"Kalian ngetawain apa sih? Dari tadi gak selesai-selesai," kata Hikari saat sudah sampai di meja Ana.
Dengan santainya ia langsung duduk di atas meja Ana seraya menatap satu persatu teman-temannya.
"Gak usah di jawab ayo ke kantin!" ketus Kenzi dan langsung menarik tangan Hikari hingga gadis itu hampir terjatuh dari meja.
"Eh anying! Gue hampir nyunsep nih!" ketus Hikari pada Kenzi, tetapi tak dihiraukan oleh sang empu.
Ana dan Dila saling tatap lalu kembali tertawa. Lya yang tak tahu menahu hanya menatap mereka dengan bingung.
"Biasalah," ucap Dila pada Lya saat melihat wajah bingung perempuan itu.
Lya hanya ber-oh ria lalu berjalan menyusul Kenzi dan juga Hikari yang sudah mendahului mereka bertiga.
Saat menuju kantin Kenzi melihat Vanda sedang bermain basket dengan Dirga dan teman-temannya. Jujur saja ia tak suka melihat Vanda yang dekat dengan Dirga, mungkinkah ia merasa cemburu? Entahlah, tapi intinya ia tak menyukai kedekatan antara Vanda dan juga Dirga.
Di sisi lain Vanda yang melihat keberadaan Kenzi tak jauh darinya hanya tersenyum sinis lalu mendribel bolanya kemudian dengan sengaja melemparkannya ke arah Kenzi. Benar saja bola tersebut mendarat mulus di kepala Kenzi.
Kenzi hanya tersentak kaget ketika sebuah bola menghantam kepalanya. Ia merasakan nyeri pada kepalanya dan sebuah cairan yang mengalir dari hidungnya.
Dirga dan yang lain langsung berlari mengerubungi Kenzi saat melihat ada sebuah cairan merah yang mengalir dari hidung gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Leader Girl (END)
Teen FictionTentang sebuah kisah yang melibatkan banyak hati dan perasaan, tentang lingkaran takdir yang selalu membelenggu manusia. Tentang permainan takdir yang entah bagaimana maunya. Tentang misteri takdir yang selalu mengikat manusia, bagaimana tuhan menja...