Anggasta

41 32 122
                                    

.
.
.
.
.
.

_________________________________________________

Ketika seseorang hanya diam atas pertanyaanmu, itu karena mereka sulit
Mengakuinya atau karena terlalu sakit
Tuk kamu tahu.
#Sri Rahayu

Setelah selesai berganti pakaian Kara dan Aurora menuju dapur dan masak bersama. Mereka sangat menikmati kebersamaan itu. Sudah lama Kara merasa sendiri dirumahnya.

Mereka makan bersama layaknya saudara kembar. Mereka juga sempat berpose menggunakan kamera kesayangan Kara. Aurora sangat nyaman berada dirumah sahabatnya itu.

"Kar, gw mau pamit sama loe," ucap Aurora tiba-tiba.

"Cepet banget pulangnya?"

"Bukan pamit pulang kerumah."

"Maksudnya?"

"Ya gw mau pamit, gw bakal ke Ausi. Rencananya gw mau sekolah di sana."

"Kamu serius? Kamu beneran pindah sekolah? Aku sendiri dong."

"Hehe Kar gw cuma beberapa hari doang kok. Gw mana mau sekolah disana. Gw di suruh bokap gw kesana karena nenek gw sakit. Jadi di suruh jengukin dia."

"Astaga, Ra. Aku kira kamu serius mau pindah hampir aja ya Aku nangis."

"Mmm ... makin sayang de sama loe."

Mereka berpelukan layaknya anak TK yang hendak berpisah.

Aurora pamit pulang kepada Kara. Kara kembali ke aktivitasnya. Ia membuka laptop berwarna birunya. Ia memilih menonton drakor yang hampir mirip dengan ceirtanya. Ia menimbang-nimbang apa yang ditontonnya barusan. Lalu Kara mengingat perkataan Anggasta. Sebut saja namanya tiga kali dia akan datang. Kara tak yakin akan hal itu. Dengan ragu ia menutup matanya dan menyebut nama Anggasta sebanyak tiga kali berturut-turut.

"Anggasta, Anggasta, Anggasta," ucapnya sangat pelan.

Angin bertiup kencang. Gorden kamar Kara bergerak sendiri membuat Kara merinding. Tiba-tiba cahaya putih masuk ke kamar Kara. Kara masih tak ingin membuka matanya. Sosok Anggasta sudah berada tepat di depannya. Anggasta tersenyum.

"Akhirnya kamu mau menerima kehadiran aku."

"Ahhhkkk setaaannn."

"Setan-setan ini aku."

"Apa? Apa itu beneran kamu, Anggasta?"

"Iya, ini Aku Anggasta. Buka mata kamu, maka kamu akan melihat ku."

"Nggak. Tapi aku masih belum percaya. Bagaimana bisa kamu mendengar ucapan aku. Aku menyebut nama kamu sangat pelan bahkan tidak bersuara."

"Makanya buka mata kamu. Kamu lihat baik-baik aku memang ada di sini."

Kara perlahan membuka matanya. Anggasta memajukan wajahnya, menyuruh Kara untuk menyentuhnya. Dengan tangan gemetar Kara menyentuh wajah Anggasta. Nyata! Sangat nyata.

"Kamu sudah memanggilku itu artinya kamu terima aku sebagai penjaga kamu."

"Apa itu artinya kamu bisa dilihat oleh orang lain?" Anggasta mengangguk.

STORY KARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang