Bonus part

21 6 5
                                    

.
.
.
.
.
.
.
.
_______________________________________________

Pulang sekolah Kara menyusuri setiap koridor dengan bernyanyi. Apa kabar dengan Anggasta yang belum kelihatan.

"Kau hancurkan diriku saat engkau pergi
Setelah kau patahkan sayap ini
Hingga ku takkan bisa
Tuk terbang tinggi lagi

Dan mencari bintang
Yang dapat menggantikanmu
Sampai kini masih kucoba
Tuk terjaga dari mimpiku

Yang buatku tak sadar
Bahwa kau bukan lagi milikku

Walau hati tak akan pernah
Dapat melupakan dirimu
Dan tiap tetes air mata
Yang jatuh kuatkan rinduku
Pada indah bayangmu canda tawamu
Pada indahnya duka dalam kenangan kita."

Ada-ada aja Kara belum selesai satu lagu dia kemudian menyanyikan lagu lain.

"Kau yang pernah tenangkanku dalam pelukmu ... saat ku menangis. Bila aku ... harus mencintai dan berbagi hati itu hanya denganmu. Namun bila aku tanpamu akan tetap ku arungi hidup tanpa bercinta."

"Haha kok aku nyanyi-nyanyi gitu. Mana liriknya aku lupa lagi."

Kara mengeluarkan benda pipih dari dalam tasnya. Memeriksa pesan yang masuk. Terdapat ribuan chat dari sana namun ia enggang membalasnya. Mengetik kan juga butuh tenaga. Apalagi hanya virtual, nyesek haha.

Kara menunggu di depan sekolah sembari memainkan jemarinya yang unyu. Dari jauh ada seseorang yang terus melihat kearahnya. Kara awalnya takut, namun ia juga risih di liati begitu. Kara pun memberanikan diri menanyai lelaki itu. Baru saja Kara mendekat lelaki bertudun hitam itu membekap Kara dengan sebuah kain yang telah diberi obat bius. Kara berusaha memberontak tetapi cekalan orang itu lebih kuat.

Karapun tak sadarkan diri.  Lelaki itu langsung membopong Kara masuk ke dalam mobil mewah berwarna hitam.

Tak jauh beberapa lama, Kara pun tersadar dan mencoba kabur. Namun, nihil mobil yang membawanya terkunci. Kara hanya pasrah ingin berteriakpun susah karena mulutnya di pakaikan kain. Ia melihat dua orang tengah duduk di depan pengemudi. Laju mobil melambat tanda akan berhenti.

Satu dari mereka itu menyuruh agar temannya membukakan pintu mobil. Kara pun di tarik turun dan nampak di sana beberapa orang yang menyambut kedatangannya. Dua orang perempuan mempersilahkan Kara untuk masuk.

Setengah jam berlalu, Kara hanya duduk di sebuah kamar yang mewah dengan riasan di wajahnya. Ia tak tahu penculik itu mau apa. Ia bertanya pun mereka hanya diam seperti orang yang bisu.

Ceklek

Pintu kamar terbuka dan menampakkan seorang wanita paruh baya tengah berdiri dan berjalan ke arahnya.

"B-Bibi? Kok bibi ada di sini juga?"

"Bibi sengaja mau ketemu kamu. Bibi sudah siapakan baju untuk kamu sama Anggasta."

"B-baju? Maksud bibi baju apa? Emang ada acara apa? Kenapa aku di rias seperti ini? Lalu, siapa dua orang tadi yang culik aku?"

"Emangnya Nak Anggasta tidak memberitahukanmu? Bibi sudah setuju lo."

"S-setuju apa maksud bibi? Kara bener-bener gak ngerti apa maksud bibi. Anggasta juga sama sekali gak bilang apa-apa sama Kara."

"Kan katanya kamu sama Anggasta mau tunangan. Kalian tunangan sekarang jadi nikahnya pas dah lulus sekolah aja."

"H-hah?"

STORY KARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang