Di kejar Satpol

36 25 109
                                    

.
.
.
.
.
.

_________________________________________________

"Ga, sepertinya satpol PP udah gak ngejar kita de. Haa aman."

"Kamu kenapa senyam-senyum gitu? Jangan bilang kamu suka ya dekat-dekat aku. Tuh kan detak jantung kamu kencang banget!"

"Ya jelas lah kan abis lari."

"Sama aja kamu pasti degdegan dekat sama aku kan? Ayo ngaku aja. Tuh-tuh wajah kamu udah kayak tuan krep."

"Ih kamu kali yang degdegan. Tuh detak jantung kamu juga sama," ucap kara menempelkan telinganya di dada bidang Anggasta.

"Ya iya. Masih mau disini? Helooo kok malah diam sih," Anggasta melambaikan tangannya tepat di depan wajah Kara.

"Anggasta ya ampunn," Kara memukul lengan Anggasta keras, lalu menepuk jidatnya sendiri.

" Kenapa sih?"

"Kenapa gak kepikiran dari tadi sih, kenapa kita gak pake itu untuk pergi dari kejaran satpol PP kan gak usah capek-capek lari kek gini."
Anggasta menatap Kara seakan bertanya.

"Sepedaaa ... iya sepeda! Sepeda aku dimana? Anggasta sepedaku ayo kita cari!.
Kara berlari meninggalkan Anggasta. Anggasta yang merasa malas menyusul Kara. Dari samping terlihat Kara ada seorang pengendara motor yang hampir menabraknya. Anggasta segera menarik Kara kebelakang. Huu hampir saja nyawanya melayang.

"Kara kamu gak apa-apa kan?"

"Ga, aku takut."

"Kamu sih lari-lari kayak gitu ngapain? Kalau kamu ditabrak gimana? Aku juga kan yang repot. Ini kali kedua kamu hampir tertabrak. Jadi orang jangan ceroboh!" Bentak Anggasta.

"Ga? Kamu marah sama aku? Aku cuma mau cari sepeda aku aku Ga! Aku gak mau kehilangan sepeda itu. Itu adalah barang satu-satunya pemberian almarhum ayah aku. Andaikan aku tadi ketabrak aku juga gak apa-apa toh dengan begitu aku akan segera ketemu sama orang tua aku. Dan kamu harusnya senang. Kamu bisa pulang ke asal kamu dan kamu juga bisa nikmatin kehidupan kamu, gak usah repot-repot lagi jagain aku!" Kara tak kalah membentak.

"Aku begitu cuma peduli sama kamu, Kar. Aku jagain kamu bukan hanya karena aku di tugaskan jaga kamu. Tapi karena aku memang mau jagain kamu."

"Udah? Udah ngomongnya? Kamu gak usah ikutin aku Ga! Aku mau sendiri."

"Yaudah kalau kamu mau pergi. Pergi aja tapi kalau ada apa-apa sama kamu jangan panggil aku. Keras kepala."

"Kamu yang gak pernah ngertiin aku Ga."

"Kapan aku gak ngertiin kamu? Kamu yang gak pernah ngertiin orang lain. Kamu gak pernah kasih kepercayaan kepada orang lain. Kamu mau dihargai tapi kamu sendiri gak ngehargai usaha orang lain. Cuma karena masalah sepele kamu jadi begitu. Kamu egois Kar! Kamu jangan seperti ini, terpuruk dalam suatu keadaan akan mempersulit kamu untuk menemukan kebahagiaan."

Kara berjalan membelakangi Anggasta, Kara juga tidak tahu kenapa ia seperti itu. "Kara cuma gak mau kehilangan sepeda itu, Ga! Yah, maafin Kara. Kara gak bisa jagain pemberian ayah satu-satunya."

Kara terus berjalan tanpa tahu kemana ia harus melangkah. Pandangannya lurus kedepan. Kara tiba di sebuah tempat tongkrongan.

"Maaf, bang tadi liat sepeda disini gak?"

"Sepeda ya neng? Kalau abang gak liat. Mungkin temen abang liat."
Orang yang ditanya Kara, berbisik kepada tiga temannya.
Kara jelas melihat senyum licik mereka. Kara bergetar ia tak tahu harus lari atau tidak melihat tampang mereka yang seram.

STORY KARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang