Pilihan yang Sulit

29 24 106
                                    

Hai

Gak ada apa-apa sih

Cuma pengen tahu keadaan kalian

Moga sehat selalu dan bisa ngevote Story Kara.

Happy reading

.
.
.
.
.
.
.
.

________________________________________________
____________

Ketika fikiran mencari dan hati yang meyakinkan, di situlah pilihan yang tepat ditemukan
#Sri Rahayu

Dua hari berlalu, malam itu suasana sangat dingin, dan mencekam. Kini Kara sedang bersama Nata dan Anggasta. Tidak seperti biasanya, pikir Kara. Ia merasa canggung berada di tengah-tengah mereka.

"Kamu pilih aku atau Nata?" Kara terbelalak, ia mematung di tempatnya. Ia tidak tahu akan seperti ini, padahal tadi niatnya hanya jalan-jalan.

"Loe harus pilih gue Kar. Gue bisa sayang loe lebih dari Anggasta."

"Kara kamu pilih aku kan? Ayo dong jawab Kara. Kamu pilih-"

"Kara tidak akan memilih siapapun dari loe berdua," Nalendra datang membuyarkan lamunan Kara.

"Ngapain loe kesini? Loe tahu darimana kalau kita ada disini?" Tanya Nata mengintimidasi.

Nalendra langsung meraih tangan Kara dan mengajaknya pergi. Anggasta menahan tangan Kara. Ia memperkuat cekalan tangannya pada lengan Kara. "Tidak ada yang boleh membawa Kara pergi!" Ucap anggasta tajam.

"Apa urusan loe? Kara itu maunya sama gue! Jadi loe harus singkirin tangan loe dari Kara!"
Kara tidak berkata apapun ia tidak membela Anggasta tapi ia juga tidak melakukan perlawanan terhadap Nalendra.

"Kara, kamu ikut aku sekarang, kita pulang ya," Anggasta mengucap dengan lembut.
"A ... aku ... ."

"Kara ikut sama gue!" Ucap Nalendra setengah menggertak.
"Biarkan Kara yang jawab. Gue dan Anggasta mau dengar langsung dari mulut Kara."

"Gak perlu, biar gue yang wakili. Kara milih gue jadi kalian gak usah memaksa Kara bicara."
Nalendra merangkul Kara dan membawanya pergi dari tempat Nata dan Anggasta berdiri.
Anggasta terlihat frustasi, ia melihat Nata masih setia berdiri dibelakangnya. "Loe ngapain liatin gue kayak gitu."

"Gak usah geer gue lagi mikir gimana caranya Kara tahu kalau Nalendra itu punya niat jahat sama dia. Dan loe," tunjuknya.

"Harus jagain Kara baik-baik itu udah tugas loe kan? Jangan seperti gue."
"Gue emang gak seperti loe."
Nata melirik Anggasta sedikit berkaca-kaca.

Nata berjalan mendahului Anggasta. Anggasta mengekori Nata dan duduk di sebuah bangku di bawah pohon yang daunnya sangat lebat.
Anggasta menunggu Nata berbicara.

"Kurang lebih hampir tiga tahun setelah kepergian Dinda untuk selamanya, gue belum pernah merasakan jatuh cinta lagi. Tapi, setelah kenal sama dia, gue merasa hadirnya Kara bisa mengubah semuanya. Kehadiran Kara dapat mengikis rasa sakit di hati gue. Dan gue juga perlahan bisa mengikhlaskan Dinda. Walaupun gue masih sangat bersalah pada Dinda. Gue emang egois pada saat itu, Ga. Gue suka sama Dinda, gue cinta sama Dinda. Tapi, karena kebodohan gue sendiri Dinda yang harus meninggal. Gue udah berusaha keluarin sihir yang tertanam di tubuh Dinda tapi tidak berhasil Ga. Loe tahu kan siapaun yang terkena sihir itu tidak ada yang bisa sembuh. Gue ceroboh andai saja gue gak mendingin ego gue dan gak berniat untuk merebut Dinda pasti semuanya baik-baik saja. Mungkin Dinda masih bersama gue dan persahabatan kita tidak akan hancur. Gue ... hiks ... gue gak mau itu terjadi pada Kara."

STORY KARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang