Sejak saat dimana Arga mengungkapkan sebagian fakta yang membuat dirinya harus berurusan dengan Zaidan, Raina merasa bahwa kehadiran nya sangat di butuhkan oleh lelaki itu.
Dan Raina, perempuan ini berpikir bahwa dirinya harus lebih menjauh dari Zaidan atau lelaki itu akan mempersulit hidupnya.
Perasaan dan pikiran Raina bertolak belakang untuk saat ini.
"Orang kayak dia ya ke psikolog bukan ke lo." Ujar Abian. Setelah mendengar cerita dari Raina, Abian merasa bahwa Raina akan membutuhkan nya.
Kedua nya duduk saling berhadapan di dalam kelas yang kosong. Karena, sekarang itu jam istirahat dimana semua orang pergi ke kantin. Dan Shasha, perempuan itu sedang ada rapat OSIS hari ini.
Raina bercerita tentang apa saja yang bersangkutan dengan Zaidan kepada Abian. Lelaki itu memang tempat Raina berkeluh kesah, begitupun dengan Abian. Keduanya saling menceritakan masalah masing-masing.
Raina percaya pada Abian, begitupun sebaliknya. Namun, mereka tidak pernah berbagi cerita pada Shasha. Entah, rasanya Shasha bukan orang yang tepat.
"Kayaknya dia kurang kasih sayang." Tambah Abian. Raina tampak berpikir.
"Gue yang kurang duit gak gitu," Ucap Raina. Abian memandang Raina dengan malas.
"Gini loh Rain. Masalah gini tuh emang serius banget, menurut gue dia emang belum terima sepenuhnya ditinggal sama papa nya. Lagian balik lagi ke orangnya, gimana mentalnya aja sih. Contohnya kita nih, kita yang sama-sama nasib jelek biasa aja." Abian memakan kuaci yang dari tadi dia pegang.
"Jadi gue harus gimana?"
Abian menatap Raina dengan santai, "Lo maunya gimana?"
Raina melempar kulit kuaci tepat di wajah Abian. Lelaki itu terkekeh sesaat lalu membenarkan posisi duduknya. Abian menatap Raina dengan serius dan sesekali membuka kulit kuaci.
"Dia butuh kasih sayang, dia butuh seseorang biar gak kesepian. Dan karena lo bilang bakal ada buat dia, itu bikin dia berharap sama lo, Rain. he clearly recorded what you said at that time. Jangan jutek sama dia, omongan lo kontrol jangan asal jeplak." Pesan Abian. Raina mengambil nafas panjang lalu, menghembuskan nya dengan kasar.
"Gue saranin lo kasih dia perhatian yang sebelum nya belum pernah atau udah lama gak dia dapetin dari seseorang." Kata Abian. "Lumayan, bantu orang biar jadi lebih baik 'kan dapet pahala. Lo 'kan jarang beramal tuh, boleh lah." Lanjut Abian yang membuat Raina mendengus.
"Tapi emang dia bener keganggu psikisnya?"
"Ya Wallahu'alam eta mah." Abian bangkit dari duduknya setelah melirik ke arah jendela. Arga dan Zaidan sedang berjalan mendekat.
"Mereka dateng. Inget pesen gue, jangan jutek, omongan di jaga. Orang kayak gitu sensitif nya lebih dari cewek yang lagi dateng moon." Raina mengangguk mendengar wejangan dari Abian. Kadang, Raina merasa seperti adik yang diberi nasehat oleh kakaknya.
Abian membereskan kulit kuaci yang berantakan di meja Raina dan membawanya ikut serta keluar kelas. Di ambang pintu, Abian berpapasan dengan Arga juga Zaidan. Tidak ada reaksi apapun dari ketiga nya.
"Hai." Sapa Zaidan ketika sudah berada di hadapan Raina. Beda lagi dengan Arga. Lelaki itu duduk di bangku depan yang kosong lalu, bermain Handphone.
Raina tersenyum kaku membalas sapaan dari Zaidan. Tatapan Raina beralih pada Arga yang sibuk dengan Handphone nya lalu, kembali menatap Zaidan.
Jujur saja, Zaidan sudah cemas dari tadi. Namun sebisa mungkin dia tidak bereaksi apa-apa. Lelaki yang sedang memakai hoodie berwarna abu-abu ini takut Raina meninggalkan nya seperti waktu itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Aphrodite ✔️
Fiksi PenggemarKata siapa orang cantik selalu jadi prioritas? Kata siapa orang cantik selalu dapat keberuntungan? Kata siapa orang cantik selalu banyak teman? Apa salah mempunyai wajah cantik dan kepintaran? Orang-orang selalu menyamakan nya dengan dewi cinta d...