Hujan sudah agak reda sejak Raina dan Zaidan tiba di salon karena kemauan perempuan itu sendiri. Awalnya Raina ingin diturunkan di sini saja dan Zaidan malah mengikutinya masuk ke dalam.
Padahal, Raina tidak mengajak lelaki itu. Zaidan kekeh ingin menemani Raina.
Sudah setengah jam, Raina memandang pantulan dirinya pada cermin besar di hadapan perempuan itu. Sekarang panjang rambutnya hanya sampai dada, membuat Raina terlihat lebih segar dari sebelumnya.
Zaidan yang sejak tadi memperhatikan sambil duduk di sofa itu tersenyum kecil melihat perubahan Raina.
Sejak kecil, Raina selalu memanjangkan rambutnya dan membiarkannya terurai indah. Lalu sekarang, untuk pertama kalinya perempuan itu memendekan rambut.
Zaidan ingat jelas ketika keduanya masih kecil. Raina berkata bahwa dirinya akan menangis jika orang tua nya berencana akan memotong rambut perempuan itu.
Namun, sepertinya sekarang tidak lagi.
"Bentuk wajah mbak itu bagus, apalagi mbaknya cantik banget. Saya rasa mau di gimana-gimanain aja tetep cantik."
Raina tersenyum dan mengucapkan syukur di dalam hatinya.
"Terima kasih."
Beranjak dari kursi dan membenarkan pakaiannya, Raina kembali menatap cermin. Dirinya merasa puas, batinnya terus melontarkan pujian untuk diri sendiri.
"Anak mama Risa gak pernah mengecewakan." Gumamnya sambil menyelipkan helaian rambut pada telinga.
Hendak tersenyum lebar, netranya menangkap Zaidan yang juga memperhatikan gerak-geriknya. Raina memilih untuk segera menyelesaikan pembayaran.
"Kok masih di sini?" Tanya Raina ketika ke duanya sudah berada di luar. Raina berdiri di depan gedung dan di ikuti Zaidan.
Perempuan itu mengernyit, menatap sweater Zaidan yang masih di pakainya. Hendak melepaskan, Zaidan lebih dulu mencegah.
"Jangan di buka, nanti kedinginan."
Sebenarnya Raina juga tidak mau melepaskan sweater itu. Membaluti tubuhnya dan langsung mengembalikan pada Zaidan tanpa di cuci terlebih dahulu membuatnya malu.
"Terus ngapain masih di sini?"
"Gak pulang?" Zaidan malah balik bertanya membuat Raina kesal.
"Gue nunggu angkot."
Zaidan mengerutkan dahi bingung, "Mobil gue masih ada."
"Maksud lo gue mau numpang mobil lo lagi? Enggak."
"Kok gitu?"
Raina memundurkan kepala ke belakang dengan tatapan heran.
"Kalo lo mau pulang, pulang aja. Gue bisa sendiri. Makasih udah mau gue repotin." Ucapnya.
Raina hendak berjalan ke pinggir jalan, namun, Zaidan mencekal pergelangan tangannya membuat Raina menoleh kembali pada lelaki itu.
Zaidan meremas celana yang dikenakannya, berusaha menetralkan detak jantungnya yang berdetak sangat cepat. Pilipis lelaki itu sudah mengeluarkan keringat sekarang.
"Kenapa lo kayak gini?" Lirih Zaidan. "Mau sampe kapan?"
Tidak tahu keberanian dari mana, Zaidan melontarkan kalimat yang sama sekali tidak pernah dirinya pikirkan. Namun, menanyakan hal seperti itu membuatnya sedikit lega walaupun tahu, jawaban Raina selalu jauh dari apa yang diharapkannya.
Sedangkan, Raina menatap Zaidan tanpa ekspresi. Baru saja dirinya terbebas dari kegundahan, Zaidan kembali mengingatkan segala harapan lelaki itu padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Aphrodite ✔️
FanfictionKata siapa orang cantik selalu jadi prioritas? Kata siapa orang cantik selalu dapat keberuntungan? Kata siapa orang cantik selalu banyak teman? Apa salah mempunyai wajah cantik dan kepintaran? Orang-orang selalu menyamakan nya dengan dewi cinta d...