"Gak ngerti saya mah sama Raina. Kerjaan nya tiduran aja abis pulang sekolah. Kepengen nya tuh Raina kayak Winda yang selalu langsung beres-beres rumah, bantu-bantu orang tua." Tante Laila menjeda ucapan nya sambil menyuapi anak bungsu nya.
"Susah banget, males nya udah kebangetan. Kalo di nasehatin malah suka ngelawan bukan nya syukur. Saya juga selalu bilang ini-itu tuh bukan semata-mata ngomong doang, tapi sayang sama dia." Lanjut tante Laila.
Raina yang sedang menyapu teras rumah memegang gagang sapu erat-erat. Apa mereka tidak melihat apa yang sedang Raina lakukan sekarang?
Ibu Winda dan tante Laila melirik Raina yang sedang menyapu.
"Nyapu aja mesti di suruh dulu, coba kalo enggak di suruh mana pernah mau."
Raina masuk ke dalam rumah dengan amarah yang tidak mungkin untuk di ledakan di hadapan tante dan tetangga nya itu.
Perempuan ini duduk di sofa, melempar sapu ke arah pintu yang sudah tertutup.
"Anjing setan babi bangsat—Astaghfirullah ya Allah takbir!"
Raina terus meracau dengan nafas nya yang naik turun. Raina tidak bisa mengeluarkan setiap amarahnya pada orang lain kecuali jika memang benar-benar perempuan itu sudah kepalang marah.
Juga, tidak mungkin Raina meluapkan amarah pada tante Laila, apalagi di hadapan orang lain. Sudah di sebut malas, bisa-bisa Raina di samakan dengan maling kundang.
Raina merasa bingung dengan setiap kata yang tante Laila lontarkan tadi. Beliau berkata menyayanginya, namun, Raina merasa tante Laila malah suka menjelek-jelekkan dirinya.
Apa itu bisa di sebut dengan rasa sayang?
"Kenapa setiap gue ngelakuin kebaikan enggak pernah sekalipun di hargain? Giliran gue lagi males-malesan di umbar satu komplek." Monolog perempuan ini dengan tangan yang tidak berhenti mencubit sofa.
Tante Laila suka membanggakan dirinya sekaligus menjelekkan perempuan ini juga pada orang lain.
Jika Raina mendapat penghargaan dirinya di sanjung dan jika dirinya sedang melakukan hal buruk, maka tante Laila akan melebih-lebihkan sifat jelek Raina pada orang lain.
Raina mencoba menetralkan detak jantung nya, berjalan menuju dapur untuk meminum air putih.
Hendak menyimpan kembali gelas di atas meja makan, netra perempuan itu menangkap Rizki yang baru saja datang dari luar.
"Abis dari mana lu?"
Rizki mengurungkan niatnya yang hendak membuka pintu kamar. Menatap Raina dengan malas sambil membuka hoodie yang sejak tadi lelaki itu pakai.
"Bukan urusan lo."
"Mama bilang ambil jahitan di bu Sumi," Raina berjalan mendekat pada Rizki yang kini sudah masuk ke dalam kamarnya.
"Males. Lo aja." Jawab Rizki yang sedang mengobrak-abrik isi laci nya.
"Lo gak ada guna banget jadi anak, di suruh ini gak mau di suruh itu gak mau. Coba aja kalo temen lo yang nyuruh. Gesit banget. Emang dasarnya bego, ya gitu, sih."
Rizki mengambil dompet tebal yang berada di dalam laci, menutup laci itu kembali dan berjalan ke luar kamar tidak lupa menguncinya.
"Lo mau apain duit itu?"
"Lo bisa enggak sih gak usah banyak omong?"
Raina mendecih dengan perkataan yang Rizki lontarkan. Benar-benar tidak punya sopan santun.
"Gue tanya, lo mau apain duit itu?" Ulang Raina dengan bersedekap dada.
"Urus aja urusan lo sendiri." Setelah mengatakan itu Rizki berlalu ke luar rumah meninggalkan Raina yang hanya menatap adik laki-lakinya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Aphrodite ✔️
FanficKata siapa orang cantik selalu jadi prioritas? Kata siapa orang cantik selalu dapat keberuntungan? Kata siapa orang cantik selalu banyak teman? Apa salah mempunyai wajah cantik dan kepintaran? Orang-orang selalu menyamakan nya dengan dewi cinta d...