[ 39 ] Keinginan.

128 39 0
                                    

"Din, sadar. Raina gak tau apa-apa!"

Setelah mendapat kabar dari Anes bahwa sahabatnya sudah pergi untuk selama-lamanya, Dinda bertekad ke luar dari ruangan pengap ini.

Namun, atas perintah orangtua nya untuk tidak ke luar dari kamarnya sendiri dan mengunci semua akses membuat perempuan itu tidak bisa apa-apa.

Untungnya, ke dua orangtua perempuan itu masih mengizinkan Anes untuk masuk ke sini.

Dinda meraung, menyerukan nama Sisil dengan pilu. Merasa tidak percaya dengan semuanya yang begitu tiba-tiba. Padahal, baru kemarin Sisil menghampiri nya ke sini.

Dan sekarang, dengan tangisan Anes datang ke sini bersama kabar Sisil yang bunuh diri di sekolah.

"KALO RAINA GAK DEKETIN ABIAN, SEMUANYA GAK AKAN KAYAK GINI, NES!"

Anes menghapus air matanya kasar, menatap Dinda yang duduk di atas tempat tidur dengan keadaan kacau, sama seperti dirinya.

"Din, Raina bego soal masalah ini. Jangan libatin dia, gue percaya bukan dia yang udah bikin nasib kita kayak gini." Lirih Anes, memegang bahu Dinda yang bergetar.

"Bego maksud lo? Video kita di sebar setelah kita labrak dia, Raina udah bunuh sahabat kita, Anes!" Tukas Dinda.

"Terus apa hubungannya video sama meninggalnya Sisil?" Tenggorokan Anes tercekat kala mengingat kembali keadaan naas sahabatnya.

Anes masih belum percaya, namun, dengan mata kepalanya sendiri perempuan itu melihat Sisil yang sudah tidak bernyawa ketika di bawa ke rumahnya.

Sisil adalah sahabat sekaligus orang pertama yang menemaninya di sekolah. Sisil hanya anak yatim piatu yang di asuh dari belas kasihan para tetangganya. Setelah mengalami pahitnya kehidupan, apa karena satu orang perjuangan nya selama ini menjadi sia-sia?

Walaupun merasa dekat dengan Sisil, masih banyak yang perempuan itu sembunyikan darinya. Bahkan, alasan pasti mengapa Sisil memilih untuk mengakhiri hidupnya saja tidak tahu.

"Terus lo pikir Sisil milih mati gitu aja?" Tanya Dinda. "Lo belain cewek bejad itu ketimbang mikirin Sisil?" Dinda menatap Anes tidak percaya.

"Video itu di sebar bukan sama Raina, Dinda! Video itu murni di sebar sama akun lo sendiri!"

Dinda menggeleng lemah, "Tapi bukan gue yang sebar video itu! Raina pasti udah sadap HP gue."

Anes merasa gemas pada sahabatnya. Karena, Anes yakin bukan Raina yang sudah menyebarkan video itu. Dan, Raina sama sekali tidak terlibat dengan alasan Sisil mengakhiri hidupnya.

"Raina harus ngerasain apa yang udah gue rasain, Nes." Dinda menatap Anes dengan sendu.

"Gue gak mau ikut campur lagi." Anes bangkit dari tempat tidur Dinda, berjalan mundur perlahan untuk menjauh. "Kalo lo mau, yaudah. Tapi, gue gak akan terlibat lagi." Lanjutnya.

"MAKSUD LO APA? LO MAU BIARIN GUE SENDIRIAN? LO GAK MIKIR APA YANG UDAH RAINA LAKUIN KE KITA, NES?"

"Jangan gila, Din! Lo tau, apapun yang berkaitan sama Raina itu berbahaya. Bukan kita aja yang udah menderita, lo lupa masalah Geza yang ketabrak mobil abis ngelempar sampah ke muka dia? Nabil yang hampir lecehin Raina, dia tewas di tusuk beberapa kali di rumah nya sendiri. Satu lagi, guru mesum yang deketin Raina, dia di kabarin pergi ke Lampung karena urusan pribadi. Tapi, gue yakin dia kenapa-napa." Ada jeda dalam ucapan Anes.

"Dan lo gak kapok? Liat keadaan lo! Lo bahkan di kurung sama bonyok lo sendiri di sini. Lo masih kekeh bales semua ini ke Raina?" Tanya perempuan itu.

Bukan Aphrodite  ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang