[ 33 ] Mengapa Raina tidak rela?

148 37 0
                                    

Satu minggu sejak kepergian neneknya, Raina selalu berdiam di balkon kamar seperti sekarang. Dalam satu minggu juga, Raina hanya masuk sekolah selama 2 hari. Di hari lain nya Raina izin.

Raina yang tengah duduk menatap langit yang bersemu oren itu menyandarkan punggungnya dengan lutut yang menekuk.

Raina sadar ini salah. Tidak seharusnya dia terlalu berlarut dalam kesedihan hingga jatuh sakit. Namun, kehilangan sosok yang selalu berada di sampingnya memang sangat sulit.

Raina belum sepenuhnya ikhlas melepaskan neneknya.

Di seberang sana, Winda menatap Raina prihatin di balik jendela kamar yang saling berhadapan dengan Raina. Namun, ketika Raina menoleh, perempuan itu cepat-cepat menutup gordeng putih itu.

"Lo kira mata gue peluru?" Raina mendecih dan mengubah posisi duduknya menjadi menyila. Menghela nafas untuk menetralkan sesak pada dadanya.

Raina mengambil Handphone nya yang sejak tadi di simpan di atas kursi samping perempuan ini. Mengernyit heran ketika ada seseorang yang menghubungi nya.

Nomor tidak di kenal tertera di layar Handphone nya, membuat Raina semakin malas untuk mengangkat telepon itu. Namun, mau tidak mau menjawab panggilan masuk.

Raina takut ini penting. Perempuan itu menggeser tombol hijau dan mendekatkan Handphone pada telinganya.

Karena tidak kunjung ada suara, Raina mengecek layar handphone nya yang masih tersambung. Lalu, kembali mendekatkan benda persegi itu pada telinga.

"Maaf. ini siapa, ya? Ada keperluan apa?"

"Ziya."

Raina memutar bola matanya malas ketika terdengar suara lelaki pemilik senyum manis yang selalu mengganggu hidupnya.

"Apaan?" Sewot Raina. Seharusnya, waktu itu dia mem-blokir nomor Zaidan bukan hanya menghapusnya dari kontak.

"Gue boleh ke sana?"

Raina mengangkat satu alisnya, "Ke rumah gue?"

"Iya."

"Gak."

"Bukan cuma gue doang, kok. Ada Shasha, Abian, Arga, Haikal, Ju—"

"Gak sekalian satu kampung lo ajak ke sini?!?" Lagi, Raina menjawab dengan kesal membuat Zaidan meringis di seberang sana.

"J- jadi, boleh gak?"

"Menurut ngana?" Raina bangkit dari duduknya dan kembali ke dalam rumah ketika hujan gerimis turun.

Perempuan ini menutup pintu balkon dan duduk di samping tempat tidur.

"HUJAN, KITA MAU KE RUMAH ELO YA! JANGAN LUPA BUKAIN PINTU NYA SOALNYA DI SINI UDAH RAIN GEDE!"

Suara cempreng Shasha terdengar dan sambungan telepon langsung terputus membuat Raina mencibir.

Raina tentu saja tidak mau mereka datang ke sini. Toh, buat apa?

Lagian, Raina masih ingat perkataan Shasha ketika memuja Zaidan, mengatakan Zaidan belahan hatinya. Dan, ekspresi Shasha ketika mengetahui bahwa Zaidan menyukai nya.

Tidak mungkin Shasha melupakan Zaidan begitu saja. Bahkan, Raina ingat jelas jika Shasha pernah mengatakan bahwa dirinya terobsesi. Parah. Raina menggelengkan kepalanya cepat.

Jika dalam film thriller yang sering dirinya tonton, perempuan yang sudah terobsesi pada lelaki akan melakukan berbagai cara untuk mendapatkan pujaan hatinya tanpa pandang bulu.

Bukan Aphrodite  ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang