[ 53 ] Raina mau mati sekarang?

164 26 3
                                    

"Rumah Raina kacau." Haikal datang dengan satu kantung plastik berisi gorengan. Lelaki dengan topi hitam itu duduk di samping Arga yang tengah mengutak-atik Handphone.

Saat ini, ruangan yang selalu di jadikan tongkrongan anak-anak malam sudah di penuhi oleh teman-teman Raina, termasuk Shasha dan Lea.

Lea sibuk menenangkan Shasha bahwa semua nya akan baik-baik saja. Namun, itu tidak membuat Shasha tenang. Perempuan ini terlalu mengkhawatirkan Raina. Dirinya takut Raina kenapa-kenapa.

Bramayuda Antaresa, lelaki jangkung dengan seragam sekolah yang berbeda dari yang lain nya itu mengusak rambutnya gusar. Dirinya masih tidak paham mengapa bisa kecolongan.

"Bokap nya goblog, harusnya dia gak biarin Raina pergi gitu aja." Kata Bram, menunduk dengan penyesalan.

"Lu lebih goblog, kenapa gak ikutin mereka dari belakang?"

Arga berucap santai tanpa ekspresi, memusatkan atensi nya pada layar Handphone.

Ucapan Arga jelas memancing emosi Bram yang tengah kalut. Lelaki itu berdiri untuk mendekati Arga yang duduk di depan nya. Namun, Haikal dengan cepat menahan perkelahian yang pastinya akan terjadi.

"Diem anjing! Kalian malah bikin suasana makin panas tau gak?" Seru Haikal, lelaki itu kembali duduk di tempatnya.

"Udah lapor polisi?" Lea menatap satu-persatu lelaki yang berada di hadapan nya.

Haikal mengangguk. "Udah. Masih tahap pencarian, bapak sama mama muda nya aja di tahan di kepolisian."

"Jalan nya sepi sih, Raina gak hati-hati."

Arga menegakan pandangan nya, lelaki itu menatap Lea. "Tau dari mana kalo jalan yang Raina lewatin sepi?"

Lea menggaruk pelipis nya yang tidak gatal, "Ya kalo jalan nya rame mana mungkin Raina bisa di culik, kan?"

Zaidan yang sejak tadi diam menyimak menghela nafas kasar, "Hp Raina pasti dia bawa, kita—"

"Udah gue lacak, titik terakhir ada di jalan itu. Gue nemu HP nya di sana." Potong Arga, menatap Zaidan dengan tangan kanan yang memperlihatkan Handphone yang sejak tadi dirinya pakai.

Arga mengangkat satu alisnya pada Zaidan, lelaki itu berdiri dari duduk nya. Tanpa mengatakan apapun, Arga berjalan menjauh dari sana, menghiraukan panggilan Haikal.

"Lo bilang, akhir-akhir ini Raina sering di buntutin sama satu cewek."

Lea menatap Bram, tangan nya sibuk mengusap kepala Shasha yang berbaring di paha nya. Shasha terlalu lama menangis hingga tertidur.

"Lo kenal ciri-ciri nya kaya gimana?" Tanya Lea.

Bram menyampirkan poni nya, lelaki itu bersandar pada sandaran kursi.

"Gue gak pernah liat dengan jelas wajah cewek itu. Gue inget, tinggi badan nya kira-kira 164 sentimeter. Dia selalu pake masker sama hoodie. Sekilas, gue kaya pernah liat dia sebelumnya, tapi gue lupa."

"Kalo seandainya lo, Kak Arga, Kak Zai gak bertindak gegabah dan bilang ke Raina yang sebenernya, semua ini gak akan terjadi. Raina masih di sini sama gue, kita bisa jagain Raina sama-sama. Kalian terlalu naif, sok-sok an jadi pahlawan padahal hasil nya nihil dan malah bikin Raina kebingungan sama semua nya." Shasha duduk di tempatnya.

"Satu goresan luka di tubuh Raina, satu kesialan yang bakal kalian terima." Lanjut Shasha, menatap ketiga lelaki di hadapan nya dengan bengis.

Perempuan itu berdiri, meraih tas sekolah nya dan pergi dari sana.

***

Hari ke tiga, Raina masih berada di sini. Setiap dirinya bangun tidur, meja penuh debu di samping nya pasti sudah di letakkan roti dan air mineral dalam botol.

Bukan Aphrodite  ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang