[ 52 ] Penculikan.

141 33 0
                                    

Hujan sangat deras walaupun tanpa di barengi petir. Di luar ruangan dengan tembok-tembok yang sudah berdebu ini, hawa sangat dingin menyengat sampai ke tulang-tulang. Tanpa menutup semua jendela, percikan air dapat masuk ke dalam.

Pemandangan sawah yang indah dapat terlihat dengan jelas. Namun, keindahan dan kesegaran nya tidak dapat menenangkan hati seorang perempuan yang tengah duduk di kursi.

Raina Aphrodite Lauzziya, perempuan yang sejak semalam berada di rumah kosong yang terletak di dasaran persawahan ini menatap kosong pada jendela.

Saat pagi tadi dirinya membuka mata, yang pertama kali perempuan ini lihat adalah sekitaran ruangan yang nampak sangat kumuh dan tanpa siapapun selain dirinya.

Air mata nya sudah kering karena terlalu lama menangis.

Raina tidak tahu dirinya di bawa ke mana oleh seseorang yang semalam mengejarnya. Pikiran nya terus bertanya dan menyalahkan diri sendiri.

Dirinya tidak tahu apa sebab dari semua ini. Berawal dari pertemuan nya dengan laki-laki misterius itu, kejanggalan dari setiap tingkah laku nya, dan sekarang, dirinya di kurung di sini dengan tubuh yang tidak dapat di gerakan sama sekali.

Peluang untuk kabur dari sini sangat besar. Namun, dengan kelumpuhan mendadak yang di alaminya, membuat Raina susah untuk melakukan apapun. Bahkan, sejak tadi dirinya berada di depan jendela tanpa kaca dan penutup walaupun tidak terlalu tinggi.

Banyak yang Raina takuti. Prasangka tentang penjualan orang dan organ dalam, perbudakan, dan di jadikan sebagai bahan percobaan terus bersarang di kepala nya. Juga, Raina takut ibu nya kenapa-napa saat dirinya belum pulang ke rumah.

Raina takut membuat keluarga nya khawatir dan gelisah.

Untuk ke dua kali nya, Raina mengalami apa yang selalu dirinya tonton lewat layar. Melihat orang yang bunuh diri, korban pembunuhan, dan sekarang Raina sendiri yang mengalami penculikan.

Raina tersentak kala kursi yang di duduki nya memutar dan berganti arah. Perempuan ini dapat melihat, laki-laki semalam tengah membungkukan badan sambil menghadap dirinya.

Jarak mereka yang dekat membuat Raina mengalihkan pandangan dengan air mata yang kembali menetes. Jantungnya kembali berdegup kencang dengan nafas yang tersengal-sengal.

"Kecantikan lo bertambah kalo di lihat sedeket ini." Laki-laki dengan seragam putih abu-abu itu kembali menegakkan tubuh nya dengan pandangan yang tidak lepas dari Raina.

Lelaki itu berjongkok di hadapan Raina. "Lo gak mau nanya apapun?"

Raina menoleh, menatap lelaki yang tengah berjongkok di hadapan nya dengan pandangan meneliti. Dirinya tidak dapat menahan keterkejutan kala menatap logo sekolah yang berada di baju lelaki itu.

Sadar arah pandangan Raina ke mana, lelaki itu mengikuti arah pandang perempuan itu dan kembali menatap Raina dengan senyuman.

"Kita satu sekolah. Lo gak tau gue, ya? Pantes aja kayak gini." Meraih tangan Raina yang lemas, lelaki itu menjabat tangan Raina. "Gue Davris, adek kelas lo."

"Sekali lagi, lo gak mau nanya apapun sebelum gue pergi?" Tanya Davris, melepas jabatan mereka.

"Lepasin gue, gue mohon ... " Raina menatap Davris dengan tatapan pilu, mengabaikan rasa takut dan was-was yang selalu ada ketika bersama lelaki bernama Davris itu.

Davris menggeleng dengan tatapan serius, "Gue pengen lo nanya, bukan nyuruh gue."

Raina menatap sekitaran nya, tidak ada barang apapun selain tas nya yang berada di pojokan dekat pintu. Lalu, perempuan ini kembali memandang Davris.

Bukan Aphrodite  ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang