[ 40 ] Keadaan Zaidan.

156 44 0
                                    

Raina menatap rumah besar di depannya dengan berbinar. Perempuan yang baru saja turun dari motor itu melirik ke arah Haikal yang baru saja mengantarnya ke sini.

"Ini beneran rumah nya, Kak?" Raina menoleh pada Haikal yang terus memainkan kunci motor. Lelaki itu mengangguk dengan senyuman yang belum juga pudar.

"Iya, Rain. Ayo masuk, anggep aja ini rumah Zaidan."

Raina tertawa kecil mendengar lelucon lelaki bertopi hitam yang kini berjalan di sampingnya.

"Ini kan emang rumah Kak Zaidan." Ralatnya.

Kedua nya berdiri di depan pintu bercat kecokelatan dengan Haikal yang terus memencet bel. Sedangkan, Raina tidak henti-hentinya berdecak kagum dengan interior rumah ini.

Di samping kanan, Raina dapat melihat lapangan basket dan sebelahnya banyak tanaman hiasan. Lalu, di sebelah kiri terdapat tempat untung memarkirkan mobil.

Pandangan Raina terpaku, banyak mobil berjejeran di sana. Rasa cemas kembali menghinggapi perasaannya setelah mendapatkan kabar bahwa tante Zaidan ingin bertemu dengannya hari ini.

Perempuan ini takut jika ternyata banyak penghuni. Bukan hanya tante, om dan Zaidan di rumah ini.

"Kenapa?"

Haikal adalah orang yang kelewat peka terhadap sekitarannya. Melihat Raina yang gelagapan membuatnya gatal ingin bertanya.

Raina tersenyum kaku, "Gue gugup."

Haikal terkekeh mendengar jawaban Raina. "Gaya nya kayak orang yang mau lamaran aja."

Takut, gugup, resah menjadi satu dalam diri Raina sekarang. Apalagi kebingungan terus bersarang di benaknya. Perempuan ini bingung, karena dengan tiba-tiba saja tante Zaidan itu meminta nya untuk bertemu di sini.

Di hari Minggu yang nampak cerah ini, Raina hanya mengenakan atasan kaos polos berwarna putih lengan pendek yang di baluti rompi berwarna pastel dan celana kulot panjang berwarna senada.

Raina nampak sangat cantik dengan rambutnya yang terurai dan bibirnya yang di olesi lipbalm berwarna merah muda. Selebihnya, hanya bedak tabur milik Aaracia yang selalu Raina pakai.

"Orangnya gak ada kali, Kak. Pulang aja, yuk."

Raina kembali mengitari sekitaran yang tampak sepi. Namun, tidak ketika mereka berada di dekat gerbang. Di sana ada satpam juga supir pribadi Zaidan yang tengah bersantai sambil menyesap kopi hitam.

"Ada kok, Rain. Bentar, ya." Haikal mengotak-atik Handphone nya, mencari nomor Zaidan di sana.

Haikal menghubungi lelaki itu dan menyalakan volume tinggi supaya Raina juga dapat mendengar jelas suara Zaidan.

"Gua ada di depan rumah lo, Dan. Cepet buka, sepi amat." Ujar Haikal.

"Dih, biasanya juga langsung masuk aja. Sejak kapan punya sopan santun?"

Raina pura-pura tidak mendengar suara Zaidan yang terdengar serak itu. Dirinya baru mengetahui satu fakta, Zaidan masih lelaki normal yang selalu mencari gara-gara dengan temannya.

"Njing, gue ngomong baik-baik ya, Bahlul! Cepetin buka!"

"Gua baru bangun tidur, bego! Lagian ngapa, sih? Pintunya di kunci? Lewat dapur aja, biasanya juga begitu."

Kebiasaan teman-teman Zaidan adalah keluar masuk rumahnya seenaknya saja setelah rumah ini hanya di huni oleh Zaidan dan ke dua pasangan suami istri yang jarang sekali ke sini karena, mereka sendiri punya rumah yang berbeda.

Bukan Aphrodite  ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang