[ 41 ] Ajakan.

145 42 7
                                    

Zaidan menghembuskan nafas panjang, sesekali memindahkan vas bunga ke pinggir dan ke tengah meja terus berulang. Membuat Raina yang duduk di hadapannya mendengus sebal.

"Lo udah tau jawabannya, kenapa mesti nanya lagi?" Tanya Zaidan tanpa menatap lawan bicaranya.

Apa yang dikatakan tante Yuna tadi memang benar. Zaidan nampak bisa menahan rasa cemasnya dengan mengalihkan fokus pada benda di hadapannya.

Rasa trauma nya masih ada. Namun, semakin ke sini dirinya lebih bisa mengontrol diri dan selalu berpikiran positif.

"Gue udah capek lari dari lo mulu."

Perkataan perempuan itu membuat Zaidan menoleh. Ke dua tangannya sudah bertumpu pada celana longgar berwarna hitam yang lelaki itu kenakan.

Raina mengeluarkan amplop berisi uang tunai berwarna cokelat dari dalam tas sling bag nya. Jujur saja, agak tidak enak kala dirinya menyerahkan amplop itu di hadapan Zaidan.

"Gue mau ganti uang lo. Sebelumnya makasih." Raina mengulurkan amplop tebal itu di hadapan Zaidan. "Kalo permasalahan lo yang bantu bokap gue, gue gak tau apa-apa. Jadi anggep aja itu urusan lo sama bokap gue doang. Jangan libatin gue."

"Tentang sweater yang kemarin, gue lupa bawa. Sorry." Lanjutnya.

Niatnya, Raina akan memberikan uang itu nanti. Namun ternyata, tante lelaki itu ingin bertemu dengannya membuat Raina tidak menyia-nyiakan kesempatan ini.

Zaidan hanya menatap benda cokelat muda itu lalu, kembali menatap Raina. Jujur saja, bukan ini yang diharapkan lelaki itu. Dirinya hanya ingin mengurangi beban Raina, tidak dengan itungan dalam bentuk pengembalian.

"Kok pada diem aja, sih?" Tante Yuna membawa beberapa cemilan di tangannya. Padahal, meja ini sudah penuh dengan beberapa kue dan minuman.

Zaidan yang melihat kedatangan tante nya itu cepat-cepat memasukan amplop ke dalam saku celananya sebelum beliau melihatnya.

Tante Yuna kembali duduk di samping Raina, "Tante lupa kasih tau kabar baik lagi ke kamu."

"Kak Putri undang kamu ke acara tunangan nya lusa. Kamu mau dateng kan, sayang?" Tanya tante Yuna. "Kak Putri juga minta maaf, dia gak bisa kasih tau kamu langsung makanya titip ke tante." Lanjut beliau dengan wajah cemberut.

Raina menggeleng sambil memegang tangan tante Yuna. Sekarang, tidak ada lagi rasa canggung ketika bersama wanita yang sekarang berperan sebagai ibu Zaidan itu.

"Enggak apa-apa, kok. Raina turut seneng dengernya." Ucapnya. "InsyaAllah Raina dateng, tante."

Tante Yuna mencubit pipi Raina gemas dengan senyuman yang sejak tadi beliau tunjukan. Padangan wanita paruh baya dengan wajah awet muda itu beralih menatap Zaidan.

"Zai kenapa diem aja?"

Zaidan menggeleng, ada rasa bahagia ketika melihat Raina sangat dekat dengan tante nya. Semua itu membuat hatinya menghangat.

"Idan ke ke kamar dulu, ya. Haikal sendirian soalnya."

"Astaga tante lupa sama Haikal. Sekalian bawa banyak cemilan juga, ya, Zai." Pesan tante Yuna. Zaidan mengangguk dan pergi dari sana.

Setelah kepergian Zaidan dari mereka, tante Yuna kembali mengajak Raina berbincang. Menceritakan segala hal mengenai Zaidan.

***

"Kapan-kapan main ke sini lagi, ya." Tante Yuna memeluk Raina, mencium pipi perempuan itu. Raina mengangguk dengan senyuman kala pelukan mereka terlepas.

Bukan Aphrodite  ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang