[ 36 ] Alkohol.

150 38 0
                                    

Zaidan mengetuk pintu bercat kecokelatan dengan tenang. Sebelum mengetuk, laki-laki dengan kaos hitam lengan pendek itu sudah memencet bel berulang kali.

Pintu di buka, Zaidan mundur beberapa langkah.

"Lu dateng ke sini mau ngebabu?"

Zaidan memajukan bibir, tidak suka karena pemilik rumah malah bertanya seperti itu.

"Gue di suruh ke sini sama bokap lo." Ucap Zaidan pada sahabatnya yang masih berdiri tegak di depan, tanpa mempersilahkan masuk terlebih dahulu.

"Oh."

Arga membuka pintu lebar-lebar, membuat netra Zaidan menangkap interior rumah yang sangat megah. Zaidan berjalan terlebih dahulu.

"Bapak lo di mana?" Zaidan terus maju lebih dalam tanpa melirik Arga yang juga berjalan di belakangnya.

"Ruang kerja."

"Gue ke sana." Nada bicara Zaidan sangat datar. Lelaki itu masih marah pada Arga karena rumor yang beredar di sekolah.

Walaupun Haikal dan Juna mengatakan jika itu semua salah paham, tetap saja. Lagian, kok bisa Arga dan Raina tiba-tiba di rumorkan menjalin hubungan?

Dan yang paling membuat Zaidan kesal adalah Arga yang terus diam tanpa menjelaskan apapun.

Mereka berdua menaiki tangga dengan perlahan. Jika kamar Arga berada di lantai dua, maka ruang kerja milik papa nya berada di lantai tiga.

"Silahkan." Jawab Arga dan langsung berbelok ke dalam kamarnya.

Papanya adalah orang yang sangat tidak suka ketika di ganggu. Beliau akan marah habis-habisan dan mengeluarkan segala ucapan kasar yang dapat membuat telinga sakit.

Namun, sejauh ini hanya Zaidan yang berhasil menerbitkan senyuman sang papa ketika sahabatnya itu datang ke rumah.

Dengan sangat bebas bahkan terhormat, Zaidan selalu di persilahkan untuk datang ke sini. Bahkan, ruang kerja yang sudah seperti ruangan berbahaya bagi Arga, Zaidan melalui nya tanpa segores luka.

Seperti sekarang. Arga sangat yakin, Zaidan tengah di sambut dengan pelukan hangat, berbincang tentang sekolah, prestasi, kenakalan dirinya, membandingkan setiap kekurangannya dengan kelebihan lelaki itu.

Keinginan papa nya untuk memiliki anak seperti Zaidan jelas terekam di ingatannya. Kalimat itu, sudah seperti radio yang terus terdengar sejak pertama kali ayah Zaidan datang ke rumahnya.

Memilih untuk mengusir rasa sesak di dada, Arga menyambar jaketnya dan kunci motor. Mengingat ibu nya sudah tidur terlelap di kamar, Arga berniat pergi.

Untuk sekedar menenangkan hati dan pikirannya.

***

Arga tiba di tempat yang selalu lelaki itu kunjungi setiap malam. Area gelap untuk anak malam sepertinya. Bukan hanya laki-laki saja, namun perempuan juga banyak berkeliaran di sini.

Berada di ujung jalan dan di belakang terdapat satu gedung yang mereka desain seperti bar. Khusus untuk mereka sendiri.

Arga duduk di samping Deka yang kebetulan baru tiba. Inisiatif, Deka menyerahkan satu gelas Baileys yang sudah lelaki itu campur dengan susu ultra rasa cokelat.

Arga menerima nya lalu, menyimpan gelas itu di meja yang berada di hadapan nya.

"Gua gak setuju kalo lu deketin Raina."

Arga menoleh malas lalu, menyandarkan punggungnya. Mata tajam lelaki itu tidak sengaja melihat Abian, Bram dan mantan kekasihnya yang tengah duduk di seberang.

Bukan Aphrodite  ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang