Setelah kabar seorang siswi bunuh diri di sekolah menyebar, banyak wartawan berdatangan untuk meliput.
Seperti sekarang, orang-orang berpakaian rapih dengan tangan yang sibuk menulis dan mengarah kan kamera itu membuat guru-guru dan murid-murid risih.
Penjaga sekolah yang sejak tadi kewalahan menahan gerbang itu menginterupsi agar semua murid langsung masuk ke dalam sekolah.
"Rame banget, ya. Itu ada kamera, gue jadi pengen lambaikan tangan. Terus ngomong ke mami kalo gue masuk TV." Celetuk Lea, perempuan berpakaian ketat itu menoleh ke arah Shasha dan Raina.
Secara tidak sengaja, mereka datang bersamaan. Raina turun dari angkutan umum berbarengan dengan Shasha dan Lea yang keluar dari mobil mereka masing-masing.
Berjalan berbarengan, ketiganya berjalan masuk ke dalam sekolah.
Atensi semua orang yang berada di koridor teralihkan pada mereka bertiga. Lea dengan sikap angkuhnya itu milih abai.
Sedangkan, Shasha terus menebar senyum pada siapa saja yang berpapasan dengannya. Dan Raina, perempuan itu hanya memperhatikan lantai yang dipijakinya.
"Sisil itu siapa, sih?" Tanya Lea, nenatap Raina dan Shasha.
Raina yang berada di tengah-tengah antara mereka berdua menatap perempuan itu. "Dia kakak kelas kita."
"Bunuh dirinya terlalu klasik."
Shasha menoleh, "Klasik gimana, dah?"
"Ya itu, bunuh diri di sekolah udah sering gue temuin. Kenapa gak di atas gedung hotel bintang lima, apartemen, ini di sekolah."
Raina menyikut perut Lea pelan, "Gak boleh ngomong gitu, lo pengen di denger sama anu?" Lea hanya mengedikan bahu acuh.
Tiba di dalam kelas, mereka duduk di tempatnya masing-masing. Raina mengedarkan pandangan mencari keberadaan Abian. Namun, lelaki jangkung itu belum datang.
Kemarin, lelaki itu bilang jika dirinya sedang galau. Entah, mungkin Abian terpukul dengan kepergian Sisil. Yang jelas, Raina tidak tahu apa-apa lagi.
"Abian tumben-tumbenan belum datang, biasanya udah tidur di pojokan." Celetuk Shasha yang kini sudah menyenderkan kepalanya di bahu Raina.
"Loh, Abian kan pergi ke Jepang hari ini."
Raina dan Shasha kompak memiringkan kepala dengan kerutan. "Ke Jepang?" Tanya mereka bersamaan.
Lea memundurkan kepala, "Kalian gak tau? Dari kemarin dia udah bilang padahal."
Raina dengan cepat merogoh saku bajunya, mencari nomor telepon Abian untuk di hubungi.
"Lo serius, Le?" Tanya Shasha.
Lea semakin tidak paham dengan pertanyaan Shasha. "Kalian belum tau apa gimana? Abian gak bilang?"
Raina berulang kali menelepon Abian. Namun, lelaki itu tidak kunjung menjawab panggilan darinya.
"Apaan, sih. Gak usah bercanda, deh! Lagian dari mana lo tau Abian ke Jepang?"
"Gue sama Abian satu circle, kok aneh sih kalian berdua gak di kasih tau, Sha?"
Raina menggelengkan kepala dengan wajah panik, "Lo bohong kali, ah. Dari kemarin gue masih kontekan sama Abian. Dia gak bilang apa-apa."
Lea memasang wajah terkejutnya, merasa aneh dengan semua ini. Padahal, sejak enam hari yang lalu Abian memberitahu semua teman-teman nya yang berada di markas tentang kabar ini.
Lea pikir, Raina dan Shasha pasti mengetahuinya karena, Lea tahu mereka berdua dekat dengan Lelaki itu.
Lea memperlihatkan isi pesan dirinya dan Abian. Di sana, tertera kapan dan ke mana Abian pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Aphrodite ✔️
FanfictionKata siapa orang cantik selalu jadi prioritas? Kata siapa orang cantik selalu dapat keberuntungan? Kata siapa orang cantik selalu banyak teman? Apa salah mempunyai wajah cantik dan kepintaran? Orang-orang selalu menyamakan nya dengan dewi cinta d...