Di sini Raina sekarang. Hanya berdua dengan Zaidan di ruangan serba putih bersama lelaki itu. Baik Zaidan maupun Raina sama-sama bungkam sejak tadi.
Sedangkan Arga dan Haikal memilih untuk ke luar ruangan, memberikan akses untuk Raina dan Zaidan berbincang berdua saja.
Raina yang duduk di sofa menatap Zaidan dengan tatapan yang sulit di jelaskan. Dalam benak perempuan itu banyak pertanyaan yang ingin di lontarkan pada Zaidan. Namun melihat keadaan Zaidan yang sekarang, Raina jadi mengurungkan niatnya.
Zaidan yang sejak tadi mencuri-curi pandang ke arah Raina membuat perempuan itu berdecak sebal. Apa lelaki itu menyuruh nya ke sini hanya untuk saling bertatapan?
"Kalo emang mau terus kayak gini, gue pergi aja."
Sebelum Raina masuk, Arga dan Haikal sudah sama-sama meminta Raina untuk tidak bersikap buruk ataupun meninggalkan Zaidan sendirian.
Tentu saja Raina menolak dengan keras. Manusia mana yang tidak jengah dengan kelakuan menjengkelkan seperti Zaidan. Namun, Raina masih punya hati nurani yang dapat menutupi ke egois-an perempuan ini.
"J- jangan." Cegah Zaidan dengan tangan lelaki itu yang terus bergerak gelisah.
Raina mendesah pelan dan berjalan mendekati Zaidan. "Kita bukan lagi lomba siapa yang paling lama jadi patung," katanya.
"M- maaf,"
Raina memandang Zaidan yang menundukkan kepala dan menggesekan kedua telapak tangan nya dengan kasar. Jujur saja, mulut perempuan ini rasanya gatal. Ingin cepat-cepat Raina memberikan banyak pertanyaan.
Ada rasa bersalah yang bersarang jauh di dalam lubuk hati perempuan itu atas kejadian kemarin yang ternyata berdampak seperti ini.
Dengan omongan pedas dari Arga ketika mereka dalam perjalanan tadi, Arga blak-blakan mengatakan Raina akar penyebab masuknya Zaidan ke rumah sakit.
Raina tidak membenci Zaidan, namun segala kesulitan pada lelaki itu berdampak buruk pada dia. Seharusnya Arga menyalahi Zaidan atas kelakuan sahabat nya sendiri itu.
Raina duduk di samping ranjang, menatap Zaidan lamat-lamat. Menggeser perasaan kesal dengan rasa penasaran. Raina juga penasaran mengapa lelaki itu bisa menjadi seperti ini.
Dan, mengapa ucapan Raina tahun lalu sangat berdampak besar bagi Zaidan. Namun, Raina orang asing yang tidak berhak melontarkan pertanyaan sensitif seperti itu.
"Jangan di gesek terus, tangan lo merah." Raina memegang kedua tangan Zaidan yang saling bertautan tidak tentu arah. Dapat Raina rasakan jika Zaidan tersentak atas perlakuan nya.
Zaidan membeku, bahkan menghirup udara saja rasanya terlalu sulit dia lakukan.
Raina menarik tangan nya kembali kala Zaidan menatap perempuan itu dengan pergerakan lambat. Raina hanya mencoba menenangkan Zaidan. Itu saja.
Atensi Raina teralihkan pada semangkuk bubur yang terisi penuh dan beberapa obat tablet yang berada di atas nakas.
"Bekas tadi atau belum di makan sama sekali?" Tanya Raina. Zaidan mengikuti arah pandang perempuan itu.
Zaidan menggeleng, "Belum di makan." Cicit lelaki itu.
Raina menaikan satu alis menatap Zaidan. "Dari pagi lo belum makan?" Tanya nya. Lagi, Zaidan menggelengkan kepala.
Raina berdiri dan mengambil bubur yang sudah sedikit mencair. Mengaduk nya perlahan lalu menyerahkan bubur itu pada Zaidan.
"Makan, udah waktu nya minum obat harus nya." Ujar Raina.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Aphrodite ✔️
Fiksi PenggemarKata siapa orang cantik selalu jadi prioritas? Kata siapa orang cantik selalu dapat keberuntungan? Kata siapa orang cantik selalu banyak teman? Apa salah mempunyai wajah cantik dan kepintaran? Orang-orang selalu menyamakan nya dengan dewi cinta d...