[ 6 ] Lo nggak bisa di andalin.

306 66 9
                                    

Raina mengemasi gitar nya, bersiap untuk pulang karena pekerjaannya sudah beres. Gaji harian miliknya sudah diterima tadi.

"Rain duluan, Kak Nana." Pamit Raina pada Nana, salah satu barista cafe yang sudah akrab sekali dengan Raina.

"Iya, hati-hati Rain, jangan sampe ngantuk." Pesan Nana, mengingatkan Raina untuk berhati-hati. Sebab, sekarang sudah pukul setengah sebelas malam. Cafe ini buka dua puluh empat jam, namun setiap barista mendapatkan sift yang berbeda-beda.

Raina mengangguk, mengucapkan terima kasih lalu berjalan menuju pintu belakang cafe. Tapi netra nya tidak sengaja melihat Zaidan yang berdiam memperhatikannya sambil duduk di kursi pojok.

Langkah kaki Raina terhenti, tangannya yang sudah dia naikan untuk membuka pintu perempuan ini turunkan kembali.

Otak nya memutar, mengingat perkataan Haikal pagi tadi yang berkata bahwa Zaidan ingin menemui nya.

Raina menarik nafas panjang lalu menghembuskannya dengan perlahan. Perempuan ini berjalan menghampiri Zaidan. Jujur saja, Raina sudah lelah, untuk apa Zaidan menemuinya coba.

Zaidan duduk dengan gelisah kala melihat Raina semakin mendekat ke arahnya. Zaidan tidak berhenti menggesekkan kedua telapak tangannya sehingga memerah.

Raina duduk di hadapan Zaidan, memasang wajah jengah karena lelaki ini mengganggu waktu istirahatnya. Terlebih lagi sekarang sudah malam, Raina juga perempuan, dia takut nanti di jalan walaupun Raina menggunakan motor miliknya.

"Gue nggak ada waktu Kak," Ucap Raina. Tidak ada respon dari Zaidan, laki-laki ini terus menundukkan kepala dan menggesekkan kedua telapak tangannya.

Raina mengangguk sekali di rasa perkataannya tidak di gubris oleh Zaidan. Raina berdiri dari duduknya, menunduk menatap Zaidan.

"Berhenti jadi penguntit, gue risih." Setelah mengatakan Raina keluar dari Kafe, tidak peduli dengan Zaidan.

Raina mengeluarkan motornya dari barisan parkiran, hendak memakai helmnya namun teriakan dari seseorang berhasil membuat kegiatannya terhenti.

Raina mengerutkan alis, Arga menemui nya dengan terburu-buru dan raut wajah cemas yang terpampang jelas di sana. Arga sedang mencemaskan sesuatu.

"Gimana sama Zaidan?" Tanya Arga buru-buru dan menunggu jawaban Raina dengan tidak sabar. Raina yang kaget dengan Arga yang tiba-tiba mengerjapkan matanya berkali-kali.

"GUE TANYA GIMANA SAMA ZAIDAN ANJING!" Bentak Arga tepat di hadapan Raina. Raina memejamkan matanya, jantungnya sudah berdetak tidak karuan.

Arga segera memasuki cafe dengan terburu-buru tanpa menunggu jawaban dari Raina. Tepat ketika Arga masuk, Haikal dan Juna datang dengan berlari menyusul Arga.

Keduanya menatap Raina sekilas yang bingung dengan semua ini, Haikal dan Juna dengan cepat masuk kedalam gedung itu.

Raina yang masih dengan keterkejutannya berusaha untuk menyadarkan diri. Menatap dalam cafe yang hanya di temboki kaca tembus pandang.

Disana, tempat duduk Zaidan sudah dikerubuni banyak orang. Harusnya Raina sadar sedari tadi, pasti ada apa-apa pada Zaidan.

Raina turun dari motornya, menyimpan helm pada kaca spion dan menarik kembali kunci motor yang sudah bertengger pada kunci kotak motornya.

Raina mencoba untuk melihat Zaidan dengan jelas, tapi susah karena terhalang oleh orang-orang. Dengan badan yang memang ramping, Raina berhasil masuk lebih dalam pada kerumunan.

Raina membelalakan matanya tidak percaya dengan apa yang sedang terjadi. Mulutnya dia tutup dengan segera karena refleks ingin teriak.

"Gue ada di sini Zai, tenang." Lirih Arga yang mencoba menenangkan Zaidan dan merengkuh badan Zaidan.

Bukan Aphrodite  ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang