[ 25 ] Ziya siapa?

175 51 10
                                    

Zaidan terus menundukkan kepala tanpa menatap apapun selain ujung sepatunya. Lelaki ini berdiri di pinggir jalan dengan jari yang terus dimainkan.

"Kenapa enggak ke tengah jalanan aja, Kak?"

Zaidan tersentak kala suara Raina terdengar. Dia menatap Raina dari ujung sepatu hingga tepat pada hazel berwarna cokelat terang milik perempuan di hadapannya.

"Kok lama?" Zaidan berdehem untuk mencoba bersikap biasa saja walaupun perasaan cemas sudah menggerogoti.

Raina mengerutkan alis, dirinya tidak meminta Zaidan untuk datang ke rumahnya apalagi sekarang sudah malam. Dan sekarang, Zaidan bertanya seolah Raina meminta Zaidan untuk menunggu dirinya di depan pos satpam.

"Gue gak nyuruh lo datang ke sini," Raina menatap pakaian Zaidan yang tidak di baluti jaket. Hanya menggunakan kaos hitam polos pendek dan celana jeans panjang berwarna senada.

Raina menggenggam tangan Zaidan, membawa lelaki itu untuk berjalan di sampingnya menuju cafe yang berada tepat di seberang. Namun, lelaki itu tidak bergerak sama sekali.

Sebelum Zaidan sampai di sini, Raina sudah berdiam dahulu di dekat pos satpam tadi. Karena, Arga lebih dulu mengabarkan jika Zaidan sedang menuju rumahnya menggunakan mobil.

Raina jelas tidak ingin keluarga nya sampai tahu tentang Zaidan. Makanya, sebelum Zaidan tiba Raina sudah datang lebih dulu dekat pos satpam sebelum Zaidan memasuki perumahannya.

Zaidan menggeleng pelan, menatap Raina dengan mata sendu.

Raina tersenyum sangat tulus, tanpa paksaan sedikit pun. Raina tahu apa yang di rasakan Zaidan saat ini.

Selama belum genap satu minggu bertemu dengan Putri, Kakak Zaidan. Perempuan itu sudah banyak memberitahu Raina tentang kesehatan mental Zaidan.

Putri bilang, Zaidan mengidap Enochlophobia sejak dirinya menginjak kelas dua SD.

Enochlophobia sendiri adalah ketakutan besar pada orang banyak atau ketakutan pada keramaian. Fobia ini melibatkan pemikiran dan perilaku irasional yang berlebihan dalam kaitannya dengan bahaya yang nyata akan menimpa dirinya dalam suatu situasi.

"Ada gue,"

Hanya dengan dua kata itu, Zaidan menggenggam tangan Raina dengan erat. Saking eratnya, Raina meringis di tempat.

Raina beralih menggandeng tangan Zaidan, berdiri samping lelaki itu dengan terus mengusap lengan Zaidan.

Raina menatap kanan-kiri sebelum menyebrang. Berbeda dengan Zaidan yang hanya memfokuskan pandangannya pada Raina.

Keduanya berjalan memasuki cafe, Raina memilih untuk duduk di dekat pintu dibanding berada di tengah-tengah antara pengunjung.

Seorang pelayan menghampiri mereka berdua. Raina memesan minuman yang sama dengan Zaidan. Perempuan itu terlalu malas untuk bertanya pada Zaidan yang kini sudah duduk di hadapan nya.

"Mau ngapain ke sini?" Tanya Raina seperginya pelayan cafe di hadapan mereka.

"Cerita?"

Raina mengangkat satu alis mendengar jawaban Zaidan yang malah terdengar seperti pertanyaan di telinga Raina.

"Bukan mama Dedeh." Sanggah Raina membuat Zaidan terkekeh pelan.

"Cuman cerita, aja."

Raina melihat perubahan sikap pada Zaidan. Tanpa pergerakan gelisah, tatapan takut, juga bahasa yang terlalu gagu. Zaidan sekarang terlihat sama seperti ketika mereka berdua berada di toko buku beberapa hari lalu.

Bukan Aphrodite  ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang