[ 47 ] Ketakutan.

145 40 8
                                    

Interogasi pada semua saksi mata yang berada di tempat kejadian telah usai dengan asisten rumah tangga dari keluarga Shasha yang berhasil di tangkap oleh polisi. Penyelidikan berlangsung tidak sampai 24 jam.

Karina, Arga, Zaidan, Haikal dan Bram masih setia di kantor polisi ini walaupun hari sudah larut. Menemani Shasha, di tambah ayah perempuan itu yang kini turut hadir.

Pelaku di tangkap di persimpangan jalan dengan baju penuh darah.

Menurut kejujuran dari asisten rumah tangga itu, beliau sudah menyusun rencana pembunuhan majikan nya dari bulan-bulan lalu. Sehingga, memberatkan hukuman wanita paruh baya itu.

Arum, wanita paruh baya yang hidup untuk ke dua anaknya itu sering di perlakukan tidak baik bahkan selalu di hina, menumbuhkan rasa dendamnya pada ibu Shasha. Membuat beliau berani melakukan tindakan kriminal.

Suara tangisan Shasha terdengar di ruangan besar ini. Sama seperti anaknya, ayah perempuan itu pun turut merasakan kesedihan yang mendalam ketika melihat keadaan istri nya yang terbunuh mengenaskan.

Pria dengan jas lusuh yang duduk di seberang itu menatap anaknya yang duduk di hadapannya. Beliau menghampiri Shasha dengan menggebu-gebu, menarik kerah baju perempuan itu dan tanpa aba-aba, beliau melayangkan satu pukulan pada pipi anak satu-satu nya itu.

Keadaan menjadi kacau ketika sumpah serapah keluar dari mulut pria yang menjabat sebagai orang tua Shasha. Beliau berusaha meraih anaknya yang sudah di lindungi oleh beberapa polisi.

Dan korban yang sudah di otopsi, tengah berada di rumah sakit saat ini. Rencana nya, besok pagi pemakaman baru akan di langsungkan.

"KAMU ANAK SIALAN! HARUSNYA KAMU BISA MENJAGA IBU KAMU!" Pria itu meronta, berusaha meraih Shasha yang kini di dekap erat oleh Raina.

Arga yang tengah duduk santai di kursi menatap pria di hadapan nya yang sudah seperti kesetanan. Amarahnya muncul ketika pria tua di hadapannya mengatai buah hati nya sendiri.

"BAJINGAN! HARUSNYA KAMU YANG MATI ANAK PEMBAWA SIAL!"

Zaidan merasakan ngilu di perutnya kala ayah Shasha tanpa sengaja menyikut perutnya akibat menahan pria itu.

"Bawa Shasha ke kamar nya." Zaidan menatap Raina dengan ringisan. Tanpa membantah, Raina mengangguk dan membawa Shasha menjauh dari sana.

"SIALAN! LEPASIN SAYA!"

Bram yang merasa telinga nya pengang beralih berdiri di hadapan ayah Shasha. Tanpa mengatakan apapun, lelaki itu melayangkan pukulan yang cukup keras pada bagian kepala dan menghilangkan kesadaran ayah Shasha. Beliau ambruk begitu saja.

"Lo gila?!" Pekik Haikal, menatap pria seumuran orang tua nya yang sudah tergeletak di lantai.

"Berisik, gue ngantuk."

Bram mengusap telinga bagian kanan nya, melirik sebentar pada ruangan terlarang yang sudah di beri sekat oleh para polisi. Di sebelah sana, terlihat lampu tidak menyala membuat dirinya merinding.

"Pindahin dulu, kasian kalo di lantai." Kata Zaidan, berharap di dengar. Namun, nyata nya tidak ada yang mempedulikan ucapan nya. 

"Gimana pun dia orang tua." Lanjut Zaidan membuat Bram dan Haikal kompak mendecak.

Mereka bertiga memindahkan ayah Shasha pada sofa di ruangan yang dekat dengan pintu ini. Agak dekat dengan tempat yang sudah menjadi terlarang untuk di lalui sekarang. 

***

Tubuh Shasha sudah di baluti selimut dengan posisi perempuan itu yang di dekap oleh Raina. Tanpa sebentar pun menghentikan tangan nya, Raina terus mengusap punggung teman nya itu.

Bukan Aphrodite  ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang