[ 49 ] Bahaya.

131 34 2
                                    

Raina menatap jalanan yang tampak ramai dengan satu kantung belanjaan yang berisi cemilan, peralatan mandi, dan beberapa alat kecantikan. Semua barang ini milik tante Laila yang menyuruh perempuan ini untuk membeli nya di supermarket.

Menghela nafas jengah karena, motor miliknya kembali di pinjam oleh Dias dengan alasan milik laki-laki itu berada di bengkel. Membuat dirinya harus kembali memesan ojek online.

Membalikan badan untuk melihat gedung yang baru saja dirinya pijaki, Raina kembali menatap ke depan. Ada yang salah pada kasir supermarket. Sejak tadi terus menatapnya bahkan, ketika Raina terang-terangan membalas tatapan nya, laki-laki itu malah menampilkan senyuman yang aneh.

Raina menggelengkan kepalanya, menyingkirkan perasaan curiga pada orang yang sama sekali tidak dirinya kenal. Namun, jujur, tatapan dari orang itu sangat mengganggu dirinya dan membuat Raina merinding.

Di lihat dari postur dan wajahnya, Raina meyakini jika laki-laki itu berusia sama dengan nya. Entah satu sekolah atau lelaki itu mengenal dirinya. Raina tidak tahu.

"Mbak Raina? Maaf, Mbak. Tadi agak macet."

Raina menoleh pada pengendara motor dengan jaket berwarna hijau.

Perempuan itu mengangguk, "Saya Raina."

"Mau pakai helm Mbak?" Laki-laki yang terlihat seumuran dengan sepupu nya itu menyodorkan sebuah helm pada Raina, yang langsung diterima oleh perempuan ini.

Tanpa mengatakan apapun lagi, Raina menaiki motor matic di hadapan nya. Di rasa sudah duduk dengan nyaman, Raina melirik kembali ke dalam supermarket dan mendapati kasir yang tengah melambaikan tangan kepada nya dengan senyuman.

"Jalan, Mas."

***

"Mbak, mau pakai jalan lain? Macet nya bakal lama kayak nya."

Raina yang berada di boncengan laki-laki itu menatap ke depan di mana barisan kendaraan masih tetap pada posisi nya, tidak bergerak sedikit pun.

"Mbak tau jalan ke gang itu?" Supir ojek itu menunjuk gang kecil yang berada di persimpangan. "Saya gak tau jalan nya, tapi, mungkin bisa kali, ya. Mbak tau jalan nya?"

Raina mengulum kedua bibir nya. Cuaca siang ini mendukung dirinya untuk mengeluarkan umpatan sarkastik. Sudah panas, sejak tadi laki-laki di hadapan nya terus mengajak dirinya untuk mengobrol, macet yang memakan waktu sangat lama, dan sekarang bertanya tentang jalan yang akan mereka lewati.

Jujur, Raina tahu mengenai jalanan yang di kedua sisi nya adalah rumah-rumah warga. Namun, untuk mengeluarkan sepatah kata pun dirinya enggan, apalagi ini di setiap belokan pasti jadi pengarah jalan.

Menyampingkan rasa ego, perempuan ini mengangguk dengan mata menyipit karena silauan matahari. Raina mendekatkan sedikit tubuhnya ke depan.

"Saya tau."

Mendengar jawaban dirinya, motor yang Raina tumpangi merubah haluan menjadi lebih pinggir untuk berbelok pada gang kecil.

Menjalankan motor itu dengan santai, Raina dapat melihat ibu-ibu yang tengah merumpi di setiap rumah dan anak-anak yang berlarian di pinggir jalan.

Sesekali, Raina mengarahkan jalan agar tidak tersesat.

Keluar dari gang permukiman warga ini, Raina kembali berhadapan dengan jalan raya. Baru saja bernafas lega karena terbebas dari kemacetan, motor sport berwarna hitam tiba-tiba menghadang nya dari samping, membuat ke dua motor ini berhenti.

Namun, atensi perempuan ini malah terpusatkan pada anak perempuan di seberangnya yang tengah di pukuli menggunakan kayu oleh seorang pria dewasa.

Mereka berada di sebuah warteg yang sepi.

Bukan Aphrodite  ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang