Thank you and happy reading. liieurrr
"Aneh...." Melvin menjauh dan masuk ke unitnya usai meminjam penutup botol dari Mikha. Saat melewati ruang tengah, dia mendapati wanita yang duduk sambil memeluk bantal sofa. "Nih! Inget, ya! Cuma minum dikit," ujarnya sambil menyerahkan benda yang diminta Meli.
"Nggak usah bawel." Meli merebut alat itu kemudian berjalan menuju dapur. Dia membuka botol berwarna hitam dan menuangkan cairan agak pekat itu ke gelas panjang.
Melvin mengikuti. Dia mengamati Meli meneguk minumannya kemudian menunduk. "Berantem lagi sama suami lo?"
Meli menyugar rambut ke belakang kemudian berdiri tegak. "Tanpa gue ngomong harusnya lo peka, kan?"
"Ck! Harusnya nggak kasih tahu apartemen baru gue." Melvin mendekat, merebut botol itu dan menuangkan untuk dirinya.
"Jangan banyak-banyak." Meli merebut botolnya. Dia duduk di kursi lalu meminum minuman itu dengan pelan. "Apa gue kurang ngertiin dia?"
Melvin tidak begitu mendengarkan. Dia menegak minumannya, menikmati sensasi hangat yang melewati tenggorokan. Barulah setelah itu dia duduk di hadapan memperhatikan wajah yang berantakan dengan eyeliner hampir mengelupas di mata kiri. "Masalah apa lagi? Suami lo pulang telat?"
"Tiap hari dia telat. Bayangin gimana gue nggak curiga?" Meli mengatakan itu dengan mata berkaca-kaca. "Gue dilarang kerja dan fokus ngurus Aurora. Bayangin gue dulunya wanita karir. Dia selalu nyurigain kalau gue ada rencana kerja."
Sudut bibir Melvin tertarik ke atas. "Ya karena lo kerja sama mantan."
"Kan, cuma mantan."
"Bagi sebagian orang, mantan itu nggak sekedar cuma. Banyak masalah tumbuh karena mantan. Banyak yang bilang kalau udah jadi mantan nggak bisa jadi teman," ujar Melvin. "Lo nggak mungkin nggak bahas masalah yang udah terjadi. Gimanapun pasti sedikit-sedikit bakal bahas. Apalagi, yang pernah lo lakuin sama mantan. Itu yang ditakuti suami lo."
Meli tidak mendengarkan sibuk memikirkan suaminya.
Melvin bertopang dagu. Dia lebih kasihan ke keponakannya, khawatir jika kakaknya sampai memilih cerai. Bocah kecil yang belum tahu apa-apa itu pasti kena imbasnya. Sebenarnya ini semua karena kakaknya belum benar-benar siap menikah, meski usianya sudah kepala tiga. Secara psikologis kakaknya itu belum sepenuhnya dewasa. Namun, tuntutan umur dan lingkungan membuat Meli memutuskan meikah.
Tak.... Meli mengambil alat pembuka botol itu dan memukulkannya ke meja. "Gue beneran sebel! Beneran sebel!" Kemudian dia memukul meja lagi.
"Itu barang pinjaman!" Melvin menjerit. Dia mengambil alih pembuka botol itu dan menyembunyikan di belakang punggung. "Lo harus tahu perjuangan gue buat pinjem ini."
"Harus ngerayu dia?" tanya Meli dengan senyum mengejek.
Melvin seketika ingat perkataan Mikha sebelum menutup pintu. Wanita itu terlihat marah-marah, padahal dia tidak berbuat salah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Please, Say Goodbye
General Fiction[UPDATE 2X SEHARI SELAMA RAMADAN] Bagaimana cara mengucapkan selamat tinggal? Mengapa harus mengucapkan selamat tinggal? Apa tidak bisa diperbaiki? -Mikha Tidak semua orang mudah mengucapkan selamat tinggal. -Giran Cukup tinggalkan. -Melvin