Hari Senin pagi, Melvin memiliki rencana untuk mengerjakan projek barunya di kantor. Dia sudah memberi tahu timnya dan mereka langsung berdiskusi apa saja yang harus dikerjakan. Sebelum memulai pekerjaannya, Melvin menyempatkan sarapan. Kali ini, dia memilih berjalan agak jauh, mencari kafe yang belum pernah dicoba.
Usai sarapan nasi goreng hijau, Melvin segera kembali ke apartemen. Sepanjang perjalanan pulang, dia memikirkan desain untuk klien barunya. Kali ini dia mendesain sebuah vila keluarga. Klien menginginkan suasana yang hangat dan nyaman. Namun, pikiran itu buyar saat melihat dua orang yang berdiri beberapa langkah dari pintu lobi.
Melvin tahu, siapa postur lelaki yang berbincang dengan Mikha. Bertahun-tahun mereka berteman, mustahil dia tidak mengingat. Apalagi, sebelum berpisah, sempat ada ketegangan. "Kalau dia nggak mau nggak usah dipaksa!" Lantas dia menginterupsi.
Dante dan Mikha sama-sama menoleh, ekspresinyapun sama. Melvin menatap Mikha yang bergerak mundur lalu menjauh. Setelah itu dia menatap Dante yang perlahan mendekatinya dengan senyum lebar. Seperti seorang teman yang sudah lama tidak bertemu dan tidak melakukan kesalahan apapun.
"Akhirnya, gue bisa ketemu lo," ujar Dante. "Gue mau...."
"... makanan waktu itu gue buang!" potong Melvin. "Nggak usah repot-repot ngasih. Gue mampu urus diri gue sendiri. Meski nggak sekaya lo!"
"Vin...." Ekspresi Dante seketika berubah. "Gue pengen kita temenan lagi kayak dulu. Ini terima...." Dia mengangkat kantung itu ke depan dada.
Brak.... Melvin mendorong kantung itu, tidak peduli makanannya bercecer. Dia sudah kepalang emosi. Dia sudah mengeluarkan uang banyak dan effort yang tidak main-main untuk melupakan masa lalunya. Namun, Dante selalu mengacaukan dan datang seperti teman lama yang saling merindukan.
"Gue udah nggak bisa anggap lo teman sejak saat itu," jawab Melvin. "Emm, udah tiga tahun, kan? Harusnya lo lupain gue!"
"Melvin...."
Tubuh Melvin menegang mendengar suara yang sudah lama tidak didengar. Bulu kuduknya seketika meremang. Dia merasa, saat suara itu terdengar angin seolah menyambut dan menyerangnya habis-habisan. Sekarang, Melvin hampir kehilangan keseimbangan.
Tidak seharusnya Melvin seperti ini. Harusnya dia sudah mati rasa. Namun, wajar, kan, reaksi seperti ini?
"Sayang, kok kamu di sini?" Dante terkejut melihat istrinya yang tiba-tiba muncul. Dia menatap ke belakang Salfa, terlihat mobil yang berbelok ke parkiran tamu.
"Kalau kamu nggak lupa, aku bisa akses GPS mobilmu," jawab Salfa lalu tersenyum samar. Setelah itu dia menatap lelaki yang mengenakan pakaian santai dengan wajah yang tidak bisa dibilang segar.
Melvin membuang muka, sama sekali enggan menatap Salfa. Kondisi sudah berubah. Salfa adalah seseorang paling dia hindari di muka bumi. Meski dulu, menjadi pusat dunianya. "Huh...." Melvin menoleh ke belakang. Saat itulah dia melihat Mikha yang mengintip. Wanita itu lantas segera berjongkok, tapi jatuh terduduk. "Ada-ada aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Please, Say Goodbye
General Fiction[UPDATE 2X SEHARI SELAMA RAMADAN] Bagaimana cara mengucapkan selamat tinggal? Mengapa harus mengucapkan selamat tinggal? Apa tidak bisa diperbaiki? -Mikha Tidak semua orang mudah mengucapkan selamat tinggal. -Giran Cukup tinggalkan. -Melvin