59-Enggan Beranjak

98 17 0
                                    

Gue nggak bisa! Nggak bisa, Vin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Gue nggak bisa! Nggak bisa, Vin.

Ucapan Mikha beberapa menit yang lalu terus terngiang di kepala Melvin. Sekarang, wanita itu sudah kembali ke kamar, meninggalkan dirinya yang masih terdiam terpaku. Entah, sudah berapa lama Melvin tetap di posisinya.

Melvin merasakan embusan angin malam mengenai tubuhnya. Dia lalu menatap depan dengan pandangan menerawang. Hatinya sakit dan tentu saja hancur. Namun, Melvin seolah tidak kaget dengan penolakan itu.

"Dia baru putus sama pacarnya," gumam Melvin. Sebelas tahun bersama, rasanya butuh waktu lebih untuk melupakan keseluruhannya. "Tapi, gue nggak bisa bohongi perasaan gue."

Dada Melvin terasa diremas kuat. Beginikah rasanya ditolak? Terlebih, saingannya adalah kenangan masa lalu. Melvin ingin menarik Mikha dari kubangan masa lalu yang makin lama menenggelamkan. Namun, percuma jika wanita itu tidak mau bangkit.

"Huh. Terus, gue harus ngapain?" Melvin mengusap kepala. Mendadak dia pusing setelah mengungkapkan perasaannya.

Mungkin, bagi sebagian orang Melvin terlalu cepat mengutarakan perasaannya. Namun, baginya tidak. Dia tidak tahu kapan pastinya jatuh cinta ke Mikha. Mungkin sejak mereka menghabiskan waktu bersama saat membuat kado untuk Giran. Mungkin sejak Melvin menolong Mikha yang sesak napas dan menemaninya di rumah sakit. Atau mungkin, saat berusaha menghibur Mikha setelah putus. Dia tidak tahu pasti.

Melvin yakin, perasaan yang dia rasakan sekarang adalah cinta. Dia tidak sedang dekat wanita manapun kecuali Mikha. Dia tidak tertarik dengan wanita di kantor yang secara terang-terangan menunjukkan rasa sukanya. Sepanjang hari, dia selalu antusias saat bertemu Mikha dan agak gelisah jika wanita itu tidak menemuinya.

"Ini cinta, kan?" gumam Melvin dengan kepala tertunduk.

Di kamar, Mikha berbaring sambil menatap langit-langit. Napasnya memburu, padahal dia tidak melakukan kegiatan berat. Apa mungkin karena masih syok dengan pernyataan cinta Melvin?

Love you....

Bulu kuduk Mikha meremang kala mengingat kalimat itu. Dia yakin tidak salah lihat, ekspresi Melvin begitu tulus saat mengatakan itu. Bahkan, nadanya juga begitu lembut. Sebelumnya Melvin tidak pernah seperti itu. "Tapi, kenapa lo cinta gue, Vin?" gumamnya. "Gue payah. Lo nggak akan bahagia sama gue."

***

Esok harinya, Melvin mengemasi pakaian kotornya. Dia hanya membawa beberapa helai karena memang tidak ada niat untuk liburan. Rencana awal, dia hanya memastikan Mikha baik-baik saja kemudian ke pantai sebelum jam penerbangan. Namun, karena obrolan semalam, dia merasa percuma bertahan lebih lama.

"Tapi, gue khawatir." Melvin menarik resleting ranselnya. Dia menatap arloji yang menunjukkan pukul delapan lalu menyampirkan tas di pundak, sebelum berubah pikiran.

Ceklek....

Melvin hendak keluar, tapi langkahnya langsung terhenti mendapati wanita yang mengenakan terusan bunga-bunga berwarna tosca berdiri di depannya. Dia terdiam, memperhatikan rambut Mikha yang diikat sebagian. Wanita itu terlihat manis dengan make up natural dan anting mutiara yang sepertinya masih baru.

Please, Say GoodbyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang