22-Bujukan

81 13 1
                                    

"Lo kelihatan kayak bocah, Vin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Lo kelihatan kayak bocah, Vin." Mikha mengusap sudut bibir Melvin pelan. Sedetik kemudian, dia tersadar tindakannya. "Ehh..."

Melvin menarik tangan Mikha dan memintanya menjauh. "Daripada bantu gue, mending kabarin pacar lo. Untung-untung dia mau anter."

"Ah, untung lo ingetin. Gue belum ngucapin selamat pagi." Mikha kembali ke posisinya. Dia merogoh saku kemudian menghubungi Giran.

"Apa, sih, yang gue lakuin?" gumam Melvin sambil membuang muka. Dia merasa aneh dan ini semua karena Meli. Andai wanita itu tidak berpikiran macam-macam, pasti dia juga tidak ikut memikirkan itu. Bahkan, tubuhnya juga terpengaruh oleh ucapan Meli.

Tut... Tut... Tut...

Mikha terlihat kecewa karena Giran tidak bisa dihubungi. Dia meletakkan ponsel di atas meja kemudian melanjutkan sarapannya. "Huh...."

"Nggak diangkat?" tanya Melvin yang langsung mendapat anggukkan. Lelaki itu tersenyum samar kemudian melanjutkan sarapannya. "Lagi di jalan kali."

"Beberapa kali dia susah dihubungi."

"Oh, ya?"

Mikha menatap Melvin lalu mengangguk. "Dia bukan tipe lelaki yang suka teleponan."

"Ke lo juga gitu?" tanya Melvin heran. "Gue juga nggak suka telepon. Tapi, gue orang pertama yang selalu ngucapin selamat pagi."

"Ke pacar lo?"

"Mantan."

Mikha manggut-manggut. "Katanya memang gitu, kan? Lelaki sejati nggak akan biarin wanita yang dicintainya gelisah nunggu kabarnya."

"Gue emang lelaki sejati."

"Ck!" Mikha menyenggol lengan Melvin lalu melanjutkan kegiatan makannya.

***

24 Juli

Mikha melingkari tanggal itu dengan spidol berwarna pink. Setelah itu dia memberi tanda hati di atasnya. Senyumnya mengembang, menanti hari yang bersejarah dalam perjalanan cintanya. "Sebelas tahun," gumam Mikha sambil meletakkan kalender.

Tiba-tiba Mikha terbayang, kado untuk Giran. Dia belum juga menentukan. Jika terus dibiarkan bisa-bisa dia tidak menyiapkan kado spesial itu. "Oke! Gue putusin buat bikin kotak jam tangan." Mikha mengambil ponsel, mencari kotak ukiran yang akan dia gunakan sebagai referensi.

Mikha melihat kotak berwarna putih dengan detail ukiran bunga yang cukup rumit. Dia menggeleng tegas, merasa tidak mampu membuat seperti itu. Kemudian dia mencari kotak lagi dan melihat ukiran daun yang cukup simpel mengitari bagian kubusnya. "Gue harus cari bahan!"

Beberapa saat kemudian, Mikha sampai di toko khusus kayu. Dia mengedarkan pandang melihat kayu dengan tekstur yang berbeda. Tangannya merasakan tekstur kayu itu yang sedikit halus, kemudian dia mengedarkan pandang mencari kayu lain.

Please, Say GoodbyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang