52-Belum Bisa Lupa

81 17 0
                                    

"Balik sendiri atau jemput?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Balik sendiri atau jemput?"

"Dijemput ayang, dong."

"Ck! Bikin iri. Gue lagi berantem sama dia."

"Balikan, deh. Biar ada yang jemput pas masuk malem."

Sebuah lift berkapasitas sebelas orang kini telah penuh. Para pekerja sepertinya ingin cepat-cepat pulang sebelum larut malam. Termasuk, wanita yang berdiri di bagian tengah paling belakang.

Dijemput ayang, dong.

Mikha terngiang ucapan karyawan di depannya, membuatnya ingat dengan aktivitasnya dulu. Giran sebisa mungkin menjemput saat dia masuk siang. Kemudian, mereka akan membeli nasi goreng. Setelah itu Giran mengantar ke apartemen tanpa mampir lebih dulu.

Hati Mikha mencelos. Jujur saja dia rindu dengan momen itu. Sejak hubungan mereka benar-benar selesai, mereka seperti orang asing. Sebelas tahun pudar begitu saja. Inilah efek buruk setelah menjalin hubungan, saling jauh, saling asing.

Tring....

"Ayo, cepet!" Salah satu karyawan keluar lebih dulu dan menarik tangan temannya.

Mikha masih berdiri di posisinya, membiarkan sepuluh orang lainnya keluar lebih dulu. Dia mencengkeram tali tas slempangnya lalu maju selangkah. Sayang, pintu lebih dulu tertutup. Bukannya segera memencet tombol, Mikha justru mendiamkannya.

Tring.... Tak lama pintu kembali terbuka.

"Ah, ya ampun!" Inka yang hendak masuk dibuat kaget mendapati Mikha tepat berdiri di tengah. "Kenapa kok balik?"

Mikha mundur selangkah lalu menggeleng. "Enggak ada."

"Oh.... Kirain mau kerja lagi." Inka berdiri di samping Mikha lalu memperhatikan ekspresi temannya yang berubah.

"Hai...." Hani dari bagian keuangan berjalan masuk. Dia satu angkatan dengan Mikha dan Inka. Saat awal bekerja, mereka sering janjian makan siang bersama. Namun, lama-lama Hani mulai akrab dengan karyawan sedivisinya dan memilih bersama mereka.

"Lembur?" tanya Inka. Pasalnya bagian keuangan jarang ada yang masuk siang. Namun, jika mendekati laporan bulanan, mereka bisa bekerja hingga larut sekalipun.

"Iya." Hani menyandarkan punggungnya lalu menatap Mikha yang terdiam. "Kok bete? Giran nggak bisa jemput."

Tubuh Mikha dan Inka menegang. Sontak Inka menoleh dan melihat senyum segaris Mikha. Kemudian tangannya bergerak meminta Hani tidak terlalu banyak tanya.

Hani yang melihat kode itu mengernyit bingung. "Putus?" tanyanya tanpa suara. Saat mendapat anggukan dari Inka, dia langsung menatap Mikha.

"Udah putus." Mikha memilih memberi tahu. Untuk apa ditutup-tutupi lagi? Hal itu membuatnya makin sakit hati jika orang-orang di sekitarnya terus menanyakan Giran. Toh, putus juga bukan hal memalukan.

Please, Say GoodbyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang