Pintu lift terbuka, tapi wanita berjaket pink itu hanya melongokkan kepala. Dia melihat lorong apartemen yang sepi. Barulah dia berjalan cepat menuju unitnya. Dalam hati berharap bisa menghindar dari kakak Melvin.Bip.... Mikha berhasil membuka pintu. Dia melangkah masuk, tapi kemudian terdengar sesuatu dari luar.
"Lo harus minta maaf."
"Ya bantuin!"
Tubuh Mikha seketika menegang. Dia ingat itu suara Melvin kemudian disusul suara wanita yang diyakini Meli. Mikha mengembuskan napas, berharap dua orang itu tidak ke tempatnya. Dia menutup pintu dengan pelan agar tidak menimbukan kecurigaan.
"Lo udah pulang, Mik?" Melvin melihat pintu apartemen Mikha yang bergerak pelan.
Mikha memejamkan mata dengan sebal. Dia membuka mata lalu mengangkat wajah dengan ekspresi biasa saja. Kemudian memperhatikan Melvin dari celah pintu. Sepertinya dia tidak bisa menghindar lagi. "Iya," jawabnya kemudian. "Ada apa, ya?"
Melvin melirik kakaknya yang menggeleng pelan. Dia menarik pundak kakaknya kemudian menghadapkan ke Mikha. "Kakak gue mau ngomong."
Mikha berharap kakak Melvin tidak bertingkah yang aneh-aneh. "Ngomong apa, ya, Kak?" tanyanya sambil menatap wanita dengan terusan kuning itu. Apa dia panik karena suaminya? Mikha mulai ketakutan akan menjadi sasaran amukan wanita di depannya. "Kak, saya baru sampai."
"Cepet!" Melvin memukul pundak kakaknya.
Meli menatap adiknya yang tidak sabaran, kemudian menatap Mikha dengan senyum segaris. "Gue mau minta maaf, Mik."
"Maaf?" Mikha tidak percaya kalimat itu yang dia dengar. "Soal tadi pagi?"
"Bukan!" Melvin langsung menyela. Dia berdiri di belakang kakaknya dan memegangi pundaknya agar tidak kabur.
Meli menarik napas panjang. "Tadi gue yang kirim bunga."
"Bunga?" Mikha ingat dengan buket bunga yang ditinggalkan di kantor. "Bunga itu bukan dari Giran?" lanjutnya dengan wajah memerah.
"Bukan. Itu dari gue."
Mikha langsung berjongkok, memeluk kedua kakinya dengan wajah sebal. Dia sempat mengira itu dari Giran. Bahkan dia mengirimkan foto ke lelaki itu. "Aduh...."
Melihat Mikha yang tampak frustrasi, Meli semakin merasa bersalah. Dia berjongkok di depan Mikha dan menepuk pundaknya. "Gue mikirnya ngasih lo kejutan. Gue ngerasa lo bakal inget Melvin."
Melvin mengusap kening, kemudian menatap dua wanita yang berjongkok itu. "Mik, kalau mau salahin, salahin dia aja."
"Huh...." Mikha refleks berdiri. "Kak, pacar gue pasti salah paham."
Meli ikutan berdiri lalu menatap Melvin meminta bantuan. Sayangnya, adiknya itu hanya mengangkat bahu. "Gue bantu jelasin ke pacar lo, deh. Pasti dia ngerti. Dia pasti paham, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Please, Say Goodbye
General Fiction[UPDATE 2X SEHARI SELAMA RAMADAN] Bagaimana cara mengucapkan selamat tinggal? Mengapa harus mengucapkan selamat tinggal? Apa tidak bisa diperbaiki? -Mikha Tidak semua orang mudah mengucapkan selamat tinggal. -Giran Cukup tinggalkan. -Melvin