24-Terus Kepikiran

69 15 0
                                    

Pukul sembilan pagi, Melvin sudah sampai kantor

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Pukul sembilan pagi, Melvin sudah sampai kantor. Dia kembali duduk di ruang kerjanya yang sudah lama tidak ditempati. Baginya, bekerja di tempat yang terlalu banyak sekat membuatnya tidak betah. Namun, dia sekarang memilih bekerja di kantor alih-alih di apartemen seperti biasanya.

Melvin bertopang dagu dengan satu tangan menggerakkan mousepad. Tanpa sadar dia teringat kejadian tadi pagi saat bertemu Mikha. Dia yakin, wanita itu menghindar. Bahkan ekspresi Mikha tampak dibuat-buat.

Mereka bertetangga, sepertinya tidak mungkin jika terus menghindar. Melvin juga ingin bebas di apartemennya. Tidak seperti tadi yang selalu waspada takut bertemu Mikha.

"Tumben ke kantor?"

Lamunan singkat Melvin seketika terputus. Dia mengernyit melihat kakaknya yang pagi ini datang. "Ngapain ke sini? Karena nggak punya kantor, ya?"

Meli mendengus, meski memang itu kenyataannya. Dia sangat tidak betah di rumah, karena itu dia ingin mencari suasana. Pilihannya adalah ke kantor pamannya. Bahkan kali ini dia memakai setelan kantor yang sudah lama tidak dikenakan. "Ada masalah?" tanyanya saat melihat raut sebal adiknya.

Melvin mengedarkan pandang, melihat karyawan lain yang sibuk dengan pekerjaannya. Namun, dia yakin jika ada suara kencang sedikit saja mereka pasti menoleh dengan cepat. "Kita bicara di luar!" ujarnya sambil berdiri.

Meli menggerakkan tangan meminta Melvin mengikuti. Dia melangkah menuju luar dengan dagu terangkat. Jika orang yang tidak tahu dan melihat penampilannya pasti akan mengira dia seorang bos. Padahal, dia bukan pekerja.

"Ck! Sebel gue." Melvin berbicara setelah berada dekat pintu masuk. Dia berdiri bersandar sambil melipat kedua tangan di depan dada.

"Apa yang bikin lo sebel sampai mau ke kantor?" tanya Meli penuh selidik. "Klien ngecewain lo?"

Melvin menatap Meli dengan pandangan lelah. "Lo tahu, gue jarang ngecewain klien!"

"Sombong!" Meli mendengus. "Lo harusnya tahu kalau gue wakil direktur yang dihormati semua karyawan."

"Tapi, itu dulu!" jawab Melvin penuh penekanan. Dia tersenyum melihat raut kakaknya yang berubah sebal.

Meli mengangkat tangan meminta adiknya itu berhenti mengejek. "Jadi, apa yang bikin lo sebel?"

Melvin menatap Meli penuh pertimbangan. Kakaknya itu tidak pandai menyimpan rahasia. "Gue nggak akan cerita."

"Gue satu-satunya kakak lo. Lo harus percaya gue," jawab Meli sambil menyentuh dada.

Melvin memejamkan mata sejenak. Dia teringat perasaan aneh yang akhir-akhir ini sering muncul. "Gue ketemu cewek."

"Mikha?" Meli memajukan tubuh sambil menyentuh pundak adiknya.

Refleks Melvin membuka mata. Dia menarik tangan Meli dan mendorongnya menjauh. "Bukanlah. Dia udah punya pacar."

"Iya juga!" Meli mengangguk pelan. "Terus, siapa cewek itu?"

Please, Say GoodbyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang