Mikha berlari menuju dapur. Dia menunjukkan papan kayu yang sebelumnya berbentuk persegi panjang kini menjadi miring. "Terus, gimana?" Dia mulai frustrasi.Melvin melongo melihat hasil kerja Mikha. Dia menggerakkan tangan meminta menjauh. "Gue sarapan dulu."
"Aaa! Masa gue harus beli kayu lagi?" Mikha terlihat bete. Ternyata memotong kayu tidak semudah yang dilihat. Butuh tenaga dan tentu saja kejelian.
Usai menghabiskan sarapannya, Melvin kembali menemui Mikha. Dia duduk di samping wanita itu kemudian mengambil kayu berukuran kecil. "Pegang."
Mikha memegangi pinggiran kayu lalu melihat Melvin yang mulai memotong. Mikha mengerjab karena lelaki itu melakukan dengan cepat. "Kok gampang?"
"Ya emang gampang kalau tahu caranya." Melvin menyerahkan kayu yang kembali rapi ke Mikha. "Lo yang potong, gue yang pegang."
"Oke!" Mikha bertukar posisi dengan Melvin. Dia mengambil gergaji berukuran kecil kemudian mulai memotongnya. Sayangnya, dia tidak bisa menyamai Melvin. Dua kali dia menggerakan gergaji itu ke depan dan ke belakang, dua kali pula dia menggerakkan lengannya. Energinya mulai terkuras.
Melvin menahan tawa melihat tingkah Mikha. "Berhenti dulu," pintanya lalu merebut gergaji itu. "Bentar lagi ulang." Kemudian dia beranjak.
Mikha memijit lengannya yang terasa nyeri. "Lemak di lengan gue pasti kebakar," ujarnya. "Tapi nyeri banget, gila."
Gerutuan Mikha terdengar sampai dapur. Melvin geleng-geleng, belum apa-apa wanita itu sudah mengeluh. Dia segera mencari benda yang seingatnya berada di kabinet bawah. "Sini!"
Mikha mendekat sambil menyeret kaki lalu melihat Melvin yang menyerahkan gergaji listrik. "Kenapa nggak ngomong dari tadi?"
"Sengaja biar tahu usaha lo," jawab Melvin. "Ternyata gampang ngeluh." Dia menyerahkan gergaji itu ke Mikha kemudian menuju ruang tamu.
"Dasar!" Mikha membawa gergaji itu dan kembali duduk di samping Melvin. "Gimana caranya?"
"Lihat dan perhatiin baik-baik." Melvin memegang gergaji itu dan mulai menyalakannya. Perlahan dia menggerakkan benda itu ke kayu. Beberapa detik kemudian kayu itu patah. Melvin menatap Mikha yang tampak serius memperhatikan. "Hati-hati, risiko ditanggung sendiri."
Mikha memiringkan kepala melihat Melvin yang tampak serius. Rambut bagian depan lelaki itu terlihat sesekali menghalangi pandangan. Tangan Mikha refleks terulur dan memegangi rambut itu.
Melvin mematikan gergaji lalu menatap Mikha. Wanita itu tersenyum lebar. Melvin kemudian menatap ke atas, melihat tangan Mikha masih di kepalanya. "Ngapain?"
"Rambut lo berantakan," jawab Mikha sambil mengusap kening Melvin. "Dulu lo pakai bando. Mana bandonya?"
"Di kamar," jawab Melvin sambil memundurkan tubuh. Dia menyentuh rambut depannya kemudian menyugar ke belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Please, Say Goodbye
General Fiction[UPDATE 2X SEHARI SELAMA RAMADAN] Bagaimana cara mengucapkan selamat tinggal? Mengapa harus mengucapkan selamat tinggal? Apa tidak bisa diperbaiki? -Mikha Tidak semua orang mudah mengucapkan selamat tinggal. -Giran Cukup tinggalkan. -Melvin