"Lo juga mau membuka hati? Mari kita lakukan."Mikha dan Melvin saling pandang. Sorot mata keduanya seolah menyiratkan sesuatu. Namun, memiliki perbedaan yang cukup besar.
"Apaan?" Mikha memegang botol minumannya lebih erat lalu membukanya. "Gue baru sebulan putus. Nggak ada niatan nyari pacar lagi," jawabnya lalu menegak minumannya.
Melvin terdiam melihat Mikha yang menegak minumannya dengan haus. Dia membuang muka, mengatur napas yang mendadak memburu. Ada apa dengan dirinya? Tidak biasanya dia banyak berbicara dalam hal serius.
"Ya udah, gue cuma mau sampaiin itu doang." Mikha menatap Melvin, tapi lelaki itu tetap menatap ke arah lain. "Duluan." Setelah itu dia menjauh.
Melvin melirik Mikha yang keluar dari dapur. "Mau ke mana?"
Langkah Mikha terhenti. "Nyari makan!"
"Boleh ikut?"
"Gue pengen sendiri," jawab Mikha lalu melanjutkan langkah dengan terburu-buru. "Ish, Melvin bikin overthinking aja." Dia melewati pintu apartemennya lalu menuju lift.
Melvin segera keluar dan melihat Mikha yang berbelok ke arah lift. Dia mengacak rambut, sadar dengan ucapannya barusan. "Kondisi dia belum stabil. Gimana kalau anggep serius?" Melvin berlari ke lift, tapi ada sesuatu yang menahannya.
Kenapa lo peduli?
Langkah Melvin seketika terhenti. Jantungnya berdegup cepat dan napasnya tiba-tiba memburu. Tidak mungkin, kan, lari beberapa langkah membuatnya ngos-ngosan? Sudah pasti karena hal lain.
"Aaah! Apa, sih, yang sebenernya gue pikirin?" Melvin mengacak rambut lalu menatap lorong apartemen yang sepi. Dia lantas berbalik dan kembali ke unitnya.
Sebenarnya Melvin sudah makan, bersama pamannya. Namun, andai Mikha tadi mengizinkan, dia pasti akan ikut. Sekaligus menjelaskan kalimatnya tadi.
"Terus, gue sekarang harus nyusul dia?" gumam Melvin begitu masuk unitnya. "Melvin! Nggak biasanya lo kayak gini." Kakinya bergerak ke belakang lalu menendang pintu agak kencang.
Melvin berjalan menuju kamar sambil mengacak rambut. "Lebih baik biarin dia sendiri. Lebih baik kayak gitu." Dia merasa sudah mengambil keputusan yang tepat. Meski, belum bisa tenang.
Sedangkan di tempat lain, Mikha duduk di salah satu kursi dekat kaca. Dia melihat langit malam dengan bulan yang sedikit tertutup. Mikha agak melamun saat melihat pemandangan itu. Hingga, sebuah kalimat terngiang.
Lo juga mau membuka hati? Mari kita lakukan.
"Ck! Melvin ngerjain mulu." Mikha duduk bersandar lalu bersedekap. "Bercanda masalah hati ke orang patah itu nggak lucu!"
"Silakan, Kak."
Mikha melirik, melihat pelayan yang meletakkan nasi gorengnya. "Makasih." Dia menurunkan tangannya dan duduk agak maju. Setelah itu dia memakan dengan lapar. "Gara-gara Melvin, gue makin telat makan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Please, Say Goodbye
General Fiction[UPDATE 2X SEHARI SELAMA RAMADAN] Bagaimana cara mengucapkan selamat tinggal? Mengapa harus mengucapkan selamat tinggal? Apa tidak bisa diperbaiki? -Mikha Tidak semua orang mudah mengucapkan selamat tinggal. -Giran Cukup tinggalkan. -Melvin