34-Malam yang ditunggu

69 13 2
                                    

Giran dan Mikha duduk berhadapan, saling menatap dengan bibir sama-sama tersenyum

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Giran dan Mikha duduk berhadapan, saling menatap dengan bibir sama-sama tersenyum. Giran memperhatikan Mikha yang malam ini terlihat begitu anggun. Namun, dia masih bisa mengenali wanita itu. Cara menatap dan senyum Mikha masih sama.

"Kenapa kamu ngelihatin aku kayak gitu?" Mikha meremas kedua tangannya di atas paha. "Jangan gitu."

"Kenapa?" Giran memajukan tubuh dan memperhatikan Mikha dari dekat. "Nggak nyangka ini cewek yang selalu ngiket miring rambutnya."

Mikha melotot diingatkan tentang kejadian itu. Memang, dia lebih sering mengikat rambut ke samping. Itu dia lakukan agar pipinya tidak terlalu terlihat tembam. "Aku juga inget cowok yang dulu sering pakai poni."

Giran tersenyum samar. "Nggak nyangka kita udah sedewasa ini."

"Hmm...." Mikha mengangguk samar. "Rasanya terlalu cepet."

"Semua kenangan kita, masih aku inget, Mik." Giran tampak serius mengatakan itu. "Bahkan aku inget waktu janji ke papamu buat selalu jagain kamu."

Mikha sedikit sendu saat papanya disebut. Dia menunduk lalu menghapus air mata yang hendak turun. "Ya. Aku inget kamu pernah janji kayak gitu."

"Mik... Aku mau ngomong sesuatu yang penting."

Jantung Mikha berdegup lebih cepat. Apa Giran mau ngelamar? Wanita itu menunduk dengan pipi merah. Di saat itulah dia melihat kantung pink yang tergeletak. "Sebentar!" Dia menggerakkan tangan kemudian mengambil kantung itu.

"Huh...." Giran menghela napas karena kalimatnya dipotong. Dia merasa, keberaniannya turun beberapa persen. Jika seperti ini terus, dia yakin tidak akan bisa mengungkapkan.

"Aku punya kado spesial." Mikha mengulurkan kantung itu. "Coba kamu buka."

Giran menerima kantung yang agak berat itu. Dia membuka isinya dan melihat balok berwarna putih dengan kaca berbentuk oval. Kemudian dia melihat ada ukiran daun di sisi kanan dan kirinya. Setelah itu dia menatap Mikha. "Ini apa?"

"Kamu suka banget jam tangan. Aku coba bikin tempatnya. Khusus buat kamu."

Deg.... Jantung Giran berdegup lebih cepat. Dia membuka tempat jam tangan itu dan mengusapnya pelan. Setelah itu kembali menatap Mikha. "Kamu bikin ini sendiri?"

"Iya," jawab Mikha cepat. "Sebenarnya ini ide Arina. Tapi, tetep yang eksekusi aku."

Giran memasukkan kado itu dan meletakkan di dekat kaki meja. Setelah itu dia berdiri dan mengusap puncak kepala Mikha. "Makasih, Sayang."

Mikha tersenyum, lega karena Giran suka dengan kadonya. "Kamu bisa pindahin jam tangan koleksimu. Sebelumnya cuma digeletakin di meja."

"Iya." Giran kembali duduk dan melirik kado dari Mikha.

"Silakan, Kak." Seorang pelayan datang membawakan pesanan.

Perhatian Mikha tertuju steak kesukaannya. Dia mengambil pisau dan garpu kemudian memotongnya. "Aku inget waktu kita kencan, kita beli steak, tapi patungan," ujarnya. "Duitmu yang paling banyak."

Please, Say GoodbyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang