"Konon, kalau dari awal perkenalan udah buruk seseorang bakal terus berpikiran buruk. Mari, kita berkenalan dengan baik." Melvin lalu mengedipkan mata.
Pandangan Mikha teralih. "Lo nggak bakal bikin ulah, kan?" tanyanya penuh selidik.
"Lo nggak bakal bikin ulah, kan?"
Melvin menarik tangannya dan kembali memegang kemudi. "Emang gue bikin ulah apa aja?" tanyanya. "Gara-gara pertemuan awal kita lo jadi anggap gue tukang bikin onar?"
"Ya...." Mikha mengangguk pelan. Dia duduk menghadap depan, terbayang saat pulang kerja ada bingkai yang menghalangi pintu. "Lo jelas tahu gimana rasanya pulang kerja. Capek, kan? Dan pasti nggak mau diganggu."
"Gue udah lama nggak kerja. Jadi, udah lupa." Melvin lalu mengerling.
Mikha menghela napas panjang. "Jadi, lo tipe orang yang nggak suka kerja?"
"Suka...." Melvin menghentikan mobilnya bertepatan dengan lampu merah. Dia duduk bersandar dengan kedua tangan terlipat di belakang kepala. "Tapi ada kalanya, kan, lo nggak suka kerja?"
"Bener juga, sih." Mikha mengangguk samar.
"Jadi, gimana?" Melvin mengulurkan tangan lagi. "Kita mulai kenalan dan kasih kesan yang baik?"
Perhatian Mkha tertuju ke tangan besar di depannya. Di punggung tangan itu masih terdapat bekas luka, meski sekarang mulai tersamarkan. Kemudian dia menatap Melvin yang menatapnya dengan satu alis terangkat.
Tin... Tin.... Kendaraan di belakang mulai memberi tanda.
"Iyain nggak? Kalau enggak gue tetep berhenti," jawab Melvin sambil melirik spion luar. Kendaraan di belakang terlihat padat merayap.
Mikha menghela napas berat kemudian menjabat tangan itu. Dia tersentak saat Melvin memegang tangannya cukup erat.
"Oke...." Melvin menarik tangannya kemudian melajukan kendaraannya. "Ke mana?"
"Lurus aja. Di pertigaan nanti belok kanan," jawab Mikha sambil membuang muka. Dia melirik tangannya yang barusan digenggam erat oleh Melvin. Rasanya sedikit berbeda karena lelaki itu benar-benar meremas tangannya.
Diam-diam Melvin melirik Mikha. "Lo udah lama tinggal di sana?"
"Emm...." Mikha duduk menghadap depan dengan kedua tangan di atas paha. "Udah lima tahun."
"Lama, ya!" Melvin menoleh sekilas. "Awalnya gue ngerasa apartemen itu horor."
"Lantai lima belas nggak begitu banyak penghuni," jawab Mikha. "Apartemen yang lo tempati udah bertahun-tahun kosong."
Melvin mengangguk mengerti. Sebelum memutuskan membeli, dia mencari tahu sudah berapa lama apartemen itu kosong. Karena itulah dia memutuskan membenahi besar-besaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Please, Say Goodbye
General Fiction[UPDATE 2X SEHARI SELAMA RAMADAN] Bagaimana cara mengucapkan selamat tinggal? Mengapa harus mengucapkan selamat tinggal? Apa tidak bisa diperbaiki? -Mikha Tidak semua orang mudah mengucapkan selamat tinggal. -Giran Cukup tinggalkan. -Melvin