Mikha melihat deretan kaca dengan berbagai ketebalan. Dia menyentuh salah satu kaca yang lumayan tebal lalu menatap Melvin. "Ini cocok nggak kalau dipasang di kamar? Kayak kaca kekinian gitu."Pandangan Melvin tertuju ke kaca panjang yang akhir-akhir ini hits. Dia mengacungkan jempol kemudian beralih ke bagian lain. "Ini aja, Mik. Lumayan tebel."
"Lo yang lebih tahu, Vin. Gue percaya lo aja," jawab Mikha masih sibuk memperhatikan kaca di depannya.
"Apaan," gumam Melvin. Dia memanggil pelayan kemudian menunjuk kaca di depannya. "Ambil ini, panjangnya delapan puluh lebarnya tiga puluh centi."
"Baik, Kak."
Melvin berbalik, melihat Mikha yang masih sibuk dengan kaca yang menarik perhatiannya. Wanita itu bahkan mengambil ponsel dan terlihat sibuk berfoto. Melvin geleng-geleng melihat tingkah wanita itu. "Numpang selfie bayar, kan, Pak?"
Tubuh Mikha seketika menegang. Dia menoleh ke Melvin yang bertolak pinggang. "Ish...." Dia mengepalkan tangan ke lelaki itu.
"Lo mau beli itu?" tanya Melvin sambil berjalan mendekat. Dia menatap pantulan dirinya di cermin kemudian menarik pundak Mikha. "Foto sekali dua kali kayaknya nggak apa-apa. Cepet."
Mikha mendengus. Melvin seolah melarang, padahal lelaki itu juga minta foto juga. Mikha mengedarkan pandang kemudian segera menatap depan. Dia mengarahkan kamera dan mengambil foto beberapa kali.
"Ini kacanya, Kak."
Melvin melepas rangkulannya. "Sana bayar!" pintanya ke Mikha.
"Tapi, lo yang bawa, ya! Gue takut pecah."
Melvin mengekor di belakang Mikha. Setiap melihat Mikha, dia terus terpikir sampai kapan bisa tertawa lepas seperti itu? Sedangkan di depan Mikha ada sesuatu yang buruk.
Usai membeli kaca, Melvin mengajak Mikha mampir ke food truck tidak jauh dari salah satu mal. Melvin memesankan waffle sandwich dan sushi tacos. Dia lalu membawa dua makanan itu ke hadapan Mikha. "Pilih."
"Sushi!" Mikha mengambil sumpit dan mulai memakan sushi itu. "Lo nggak mau makan berat? Kenyang tadi cuma makan dikit?" Dia tahu, para lelaki butuh makanan lebih banyak daripada perempuan.
Melvin menyantap waffle sandwich sambil mengedarkan pandang. Dia melihat beberapa pemuda yang bermain skateboard, seolah tidak takut jatuh dan patah tulang. "Pernah nggak berpikir semakin dewasa sebenarnya kita makin banyak ketakutan?"
Mikha menghentikan kunyahannya. "Enggak! Gue pemberani."
"Lo boleh bilang gitu. Tapi, apa lo bakal mau coba setelah jatuh dan itu sangat nyakitin?" tanya Melvin penasaran.
"Emm...." Mikha tampak berpikir. Dia pernah mengalami beberapa kejadian dan membuatnya mengulang lagi. "Dua momen yang pernah gue takuti selama hidup."
"Apa?" Melvin memajukan tubuh, melihat Mikha yang tersenyum samar kemudian dengan sendirinya mata wanita itu tampak sendu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Please, Say Goodbye
Genel Kurgu[UPDATE 2X SEHARI SELAMA RAMADAN] Bagaimana cara mengucapkan selamat tinggal? Mengapa harus mengucapkan selamat tinggal? Apa tidak bisa diperbaiki? -Mikha Tidak semua orang mudah mengucapkan selamat tinggal. -Giran Cukup tinggalkan. -Melvin