"Ayo, Cantik. Bantuin.""Makin ogah gue!"
"Hei! Nggak gue bantuin loh, nanti."
Mikha menggerakkan jari telunjuk karena Melvin mengancamnya. "Lo udah janji," jawabnya. "Benerin sendiri."
Melvin menahan tawa mendapati Mikha yang keras kepala. "Ya udah...." Dia berbalik dan kembali menuju balkon.
"Gue tunggu di luar." Mikha memilih keluar dari ruangan kosong itu. Dia mengedarkan pandang, melihat apartemen yang mewah dan luas. Berbeda dengan apartemennya yang kecil dan sedikit monoton.
Pandangan Mikha kemudian tertuju ke lukisan seorang wanita yang memakai dress panjang. Dia tersenyum, melihat wanita itu sangat cantik dan anggun. "Andai gue seanggun ini." Kemudian terkekeh geli.
Di balkon, Melvin membenarkan hiasan dinding yang miring itu. Kakinya meremang karena angin kencang terus menggelitik. "Ternyata serem," gumamnya lalu segera turun. Dia menatap hiasan dinding itu sekali lagi dan kali ini posisinya sempurna.
"Mik...." Melvin menutup pintu balkon sambil berteriak. "Ayo, bantu gue yang lain."
Di ruangan samping, Mikha mendengus. "Gila, belum apa-apa gue dimanfaatin."
***
Pukul dua belas malam Melvin dan Mikha baru keluar dari apartemen klien. Melvin terlihat puas karena ruangan kosong sebelumnya mulai rapi. Ada beberapa kesalahan yang dilakukan anak buahnya, tapi dia sudah mengatasi semuanya. Dia yakin, kliennya pasti akan suka karena ruangan itu sesuai dengan desain yang dia buat.
"Vin. Lo tahu dong sekarang jam berapa?" Mikha menatap Melvin duduk di bangku kemudi sambil menyentuh perut.
Melvin melirik arloji hitam di tangan kirinya. "Jam dua belas. Harusnya lo tidur, ya?"
"Selain tidur, kebutuhan manusia apa?"
"Sandang dan papan," jawab Melvin cepat. "Ini kita pulang. Lo bisa langsung istirahat." Dia menoleh dengan memaksakan senyuman.
"Selain sandang dan papan?"
"Duit!" Melvin menatap depan dengan senyum puas. "Duit itu penting, Mik. Lo nggak bisa beli baju sama rumah kalau nggak ada duit. Otomatis lo nggak bisa tidur nyenyak."
Mikha memijit pelipis. "Gue laper!" ujarnya terang-terangan. "Gue belum makan!"
Melvin menahan tawa. "Katanya nggak baik makan malem-malem."
"Mending makan malem daripada nahan laper!" Mikha tidak mau kalah. "Beliin makanan. Turunin gue!"
"Orang laper bawaannya marah-marah mulu." Melvin melihat salah satu kafe yang masih buka. Dia menekan lampu sen kemudian membelokkan mobil ke kafe.
Mikha tersenyum karena Melvin langsung menuruti perintahnya. "Gitu dong!"
"Turun!" Melvin turun dari mobil kemudian melangkah menuju kafe. Begitu sampai dalam, dia menuju meja kasir dan membuka buku menu. Kemudian menunjuk nasi goreng.
KAMU SEDANG MEMBACA
Please, Say Goodbye
General Fiction[UPDATE 2X SEHARI SELAMA RAMADAN] Bagaimana cara mengucapkan selamat tinggal? Mengapa harus mengucapkan selamat tinggal? Apa tidak bisa diperbaiki? -Mikha Tidak semua orang mudah mengucapkan selamat tinggal. -Giran Cukup tinggalkan. -Melvin