Pengen ngetag pembaca yang dukung cerita ini, tapi kayaknya sekarang udah nggak bisa ya. Huhu.....
Aroma telur itu memenuhi area dapur yang belum sepenuhnya jadi. Melvin menuangkan telur orak-arik ke piring kecil. Dia tidak menyukai telur, tapi pagi ini harus membuat telur untuk keponakannya.
"Kak Mel!" Melvin menjerit karena kakaknya masih tidur. Entah kakaknya semalam tidur jam berapa. Namun, sepertinya hingga larut.
Melvin berjalan menuju ruang tengah. Dia melihat Aurora yang menggigit ujung remot AC. Melvin merebut remot kemudian duduk di depan bocah itu. "Semoga besarnya nanti nggak mirip ibumu, ya!" ujarnya sambil mulai menyuapi Aurora.
"Ma.. Ma...." Aurora menggerakkan tangannya ke Melvin.
"Mamamu tidur!" Melvin menggeram frustrasi. Dia mendongak, menatap jam dinding yang telah menunjukkan pukul tujuh lebih tiga puluh menit. "Gue ada janji jam delapan. Tapi, belum siap-siap." Melvin kian frustrasi.
Dari arah kamar, Meli mendengar gerutuan adiknya. Dia mendekat kemudian merebut piring kecil dari tangan Melvin. "Sana!"
Melvin tersenyum lega. "Bagus udah bangun!" Dia beranjak kemudian berlari menuju kamar mandi. Dia tidak ingin terlambat di projek pertamanya setelah vakum beberapa tahun.
Beberapa saat kemudian, Melvin sampai di salah satu restoran. Dia membuka kumpulan desain interior buatannya sambil menunggu klien. Raut sebalnya tadi telah menghilang berganti dengan senyum cerah. Dia selalu ingin memberikan kesan baik kepada calon kliennya nanti.
Melvin Asfaraz, lelaki berusia 29 tahun yang bekerja sebagai desainer interior. Dia bekerja sama dengan perusahaan pamannya dan sempat vakum kurang lebih dua setengah tahun. Beruntung dia bekerja dengan anggota keluarga sendiri. Jika tidak, sudah jelas dia dipecat setelah meminta libur selama itu.
"Permisi...."
Perhatian Melvin teralih. Dia melihat seorang wanita berambut panjang yang berdiri di hadapannya. Melvin seketika berdiri dan mengulurkan tangan. "Halo. Selamat pagi."
"Selamat pagi." Wanita itu membalas genggaman Melvin. Setelah itu dia duduk. "Saya ingin mendesain kamar untuk pacar saya."
Tipe-tipe bucin. Melvin menahan senyuman. Bukan pertama kalinya dia menghadapi klien seperti ini. Bahkan pernah juga dia mengulang desain karena kliennya putus dengan pacarnya. Ya, mari kita mulai bekerja.
***
Setelah jam makan siang, Melvin kembali ke apartemen. Di tangannya terdapat beberapa peralatan dapur yang baru saja dibeli. Dia tidak tahu alat dapur itu apa saja, tapi dia cukup mengerti beberapa alat yang sering digunakan.
Saat melewati pintu apartemen Mikha, langkah Melvin terhenti. Dia tersenyum samar, teringat wanita dengan wajah berbentuk hati yang dari kemarin marah-marah. Memang dia salah karena masih berisik saat tengah malam. Namun, menurutnya tanggung jika dilanjut hingga esok hari. Terlebih ada Aurora yang malam itu menginap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Please, Say Goodbye
General Fiction[UPDATE 2X SEHARI SELAMA RAMADAN] Bagaimana cara mengucapkan selamat tinggal? Mengapa harus mengucapkan selamat tinggal? Apa tidak bisa diperbaiki? -Mikha Tidak semua orang mudah mengucapkan selamat tinggal. -Giran Cukup tinggalkan. -Melvin