Mikha terbangun dan menyadari telah berbaring di ranjang. Dia ingat jelas semalam tertidur di sofa. Sudah pasti Giran yang telah memindahkannya.
"Huh...." Mikha menghela napas panjang. Dia ingat semalam saat mencium Giran dan masih merasakan jantungnya yang berdebar kencang. "Gue sempet salah sangka."
"Salah sangka apa?"
Tubuh Mikha seketika menegang. Dia menoleh dan melihat Giran di depan pintu kamar. Refleks dia terduduk kemudian menatap ranjang di sampingnya.
Giran yang melihat wajah panik Mikha terkekeh geli. "Aku tidur di sofa," ujarnya sambil berjalan mendekat. "Semalem badanmu panas. Makanya aku tungguin."
Mikha mengembuskan napas lega. "Aku nggak apa-apa," ujarnya. "Pasti kamu nggak nyaman tidur di sofa."
"Nggak juga." Giran duduk di sisa ranjang lalu menyentuh kening Mikha. "Udah agak mendingan. Kuat kalau kerja?"
"Kamu ngeremehin aku?" Mikha mendorong lengan Giran. "Aku tetep kerja. Kalau nggak kerja siapa yang biayain aku?" lanjutnya sambil turun dari ranjang.
Giran memperhatikan Mikha yang berdiri di depan lemari dan terlihat memilih pakaian. Dia mendekat kemudian memeluk Mikha dari belakang. "Ya, kamu kuat."
Tubuh Mikha terasa kaku karena pelukan tiba-tiba itu. Dia menoleh, melihat Giran yang menyandarkan kepala di pundaknya. "Kenapa?" Mikha menyentuh pipi Giran dan mengusapnya pelan.
"Lagi butuh sandaran," jawab Giran sambil mengeratkan pelukan.
Mikha menunduk melihat tangan Giran di perutnya. Dia lalu melirik Giran yang memejamkan mata. Posisi seperti ini membuat kaki Mikha terasa lemas. Namun, dia sangat menikmatinya.
"Cepet mandi, terus aku anter ke kantor."
"Ya gimana mau mandi kalau kamu masih meluk kayak gini?" tanya Mikha sambil menahan tawa. "Lepas."
Giran menggeleng pelan. "Lima menit."
Mikha tersenyum malu-malu. Dia heran dengan tingkah Giran yang terkesan tiba-tiba. "Udah belum?"
"Belum lima menit, Mik." Giran tetap mempertahankan posisinya. Sedangkan Mikha langsung menyandarkan kepala di kepala Giran. "Pagi yang indah."
***
Pagi ini Melvin akan menghadapi sesuatu. Dia yakin tidak mungkin secepat itu terbawa perasaan. Dia baru mengenal Mikha satu setengah bulan. Sedangkan dia tipe orang yang tidak mudah jatuh cinta dan melupakan.
Melvin menggosok telapak tangan kemudian memencet bel di depannya. Setelah itu dia berdiri di samping pintu sambil melipat kedua tangan di depan dada. Melvin terlihat tenang, tidak seperti beberapa hari sebelumnya yang begitu canggung.
"Siapa?" Giran menoleh ke lelaki yang berdiri bersandar itu.
Refleks Melvin menjauh dari pintu. Dia lalu menatap lelaki berkaus putih dengan rambut berantakan. "Lo...."
KAMU SEDANG MEMBACA
Please, Say Goodbye
General Fiction[UPDATE 2X SEHARI SELAMA RAMADAN] Bagaimana cara mengucapkan selamat tinggal? Mengapa harus mengucapkan selamat tinggal? Apa tidak bisa diperbaiki? -Mikha Tidak semua orang mudah mengucapkan selamat tinggal. -Giran Cukup tinggalkan. -Melvin