Sebulan kemudian.
Sebelas tahun menjalin hubungan dan sebulan ini sendiri. Apakah bisa melupakan seseorang dalam kurung waktu sebulan?
Tidak.
"Gue nggak bisa lupain dia gitu aja," gumam Mikha.
Selama sebulan ini, Mikha tersiksa. Dia merasa masih menjalani hubungan dengan Giran. Hanya saja lelaki itu sedang ada pekerjaan di luar kota.
Setiap bangun pagi, Mikha selalu mengecek ponsel dan berharap mendapat pesan dari Giran. Setelah sadar, kepalanya akan tertunduk lantas dia bangkit dari ranjang dengan air mata berlinang. Ketika jam makan siang, Mikha selalu ingin menelepon Giran. Namun, dia segera mengurungkan niatannya.
Saat pulang kerja, Mikha berharap Giran sudah berdiri di depan pintu sambil membawa makanan lalu mengajak menonton bersama. Setiap akan tidur Mikha selalu membayangkan Giran dan merencanakan kegiatan bersama.
Duk....
Langkah Mikha terhenti saat ada yang menabrak pundaknya. Dia terdiam, melihat orang-orang yang berlalu lalang. Beberapa dari mereka sepertinya sepasang kekasih. Terlihat dari wajah semringah dan malu-malu saat berbincang. Ada pula yang berjalan bersama temannya dan saling bercanda.
Mikha refleks menoleh ke kiri, tidak ada yang menemaninya. Dia merasa miris lalu melanjutkan langkah dengan dada terasa sesak. Dia mengalami hal seperti ini lagi, seperti yang terjadi saat papanya meninggal.
"Boleh nggak gue berharap kalau ini mimpi?" gumam Mikha dengan air mata berlinang. Dia buru-buru menghapus air mata itu, tapi cairan bening itu terus keluar. "Hiks...." Bahu Mikha mulai bergetar.
Mikha seketika berlari mendekati pohon dan memegangnya sebagai tumpuan. Dia menunduk dan mencoba menghentikan isak tangisnya. Sungguh, dia sekarang masih berada di tempat umum dan tidak ingin menjadi tontonan. Namun, rasa sedihnya tidak mau dialihkan begitu saja.
"Kenapa, sih, gue lemah gini?" Mikha menghapus air matanya dengan kasar. Setelah itu dia mendongak, melihat langit berwarna kemerahan yang tampak indah. Dia mencoba tersenyum, tapi terasa susah. "Hikss...."
Mikha menggeleng tegas karena perasaan sedih itu masih menguasainya. "Huh... Huh...." Dia menepuk dada, saat napasnya mulai terasa sesak. "Nangis sampai mata gue kering nggak akan ubah fakta kalau Giran udah pergi." Dia menarik napas panjang lalu mencoba melanjutkan langkah menuju stasiun.
Hari ini, Mikha sengaja tidak mengendarai motor. Ah, bahkan sejak hubungannya dengan Giran kandas, dia jadi sering menggunakan transportasi umum. Alasannya karena dia sering kali melamun tidak peduli tempat. Alasan kedua, dia butuh suasana ramai agar rasa sedihnya teralihkan. Meski, rasa sedih itu datang tidak peduli waktu.
"Nangis memang melegakan, tapi nggak ngubah apapun. Jangan terlalu banyak menangis lagi." Mikha memaksakan senyuman lalu melanjutkan langkah.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Please, Say Goodbye
General Fiction[UPDATE 2X SEHARI SELAMA RAMADAN] Bagaimana cara mengucapkan selamat tinggal? Mengapa harus mengucapkan selamat tinggal? Apa tidak bisa diperbaiki? -Mikha Tidak semua orang mudah mengucapkan selamat tinggal. -Giran Cukup tinggalkan. -Melvin