Giran melihat Mikha yang mengaduk teh dengan gerakan cepat. Dia terdiam, melihat seulas senyum muncul di bibir wanita itu. Perlahan dia mendekat kemudian memeluk Mikha dari belakang.
Tubuh Mikha menegang karena pelukan yang tiba-tiba itu. Dia menunduk dan tahu itu tangan Giran. "Kamu mau minum apa? Teh nggak apa-apa, kan?"
"Nggak mau apa-apa," jawab Giran sambil menyandarkan kepala. Matanya terpejam saat merasakan dadanya mulai sesak. Giran tidak bisa menyakiti Mikha meski pada kenyataannya dia sudah melakukan itu.
Mikha tersenyum samar mendapati Giran yang kembali manja. "Kamu ada masalah apa? Nggak biasanya manja kayak gini."
Giran tidak menjawab dan hanya mengeratkan pelukan. Dia butuh pegangan. Tersadar dia brengsek karena membutuhkan pegangan ke wanita yang sudah dia lukai.
"Lepas bentar. Aku kasih minuman dulu ke Melvin." Mikha menggerakkan siku ingin melepaskan pelukan. Namun, pelukan Giran semakin erat.
"Biarin aja. Dia ganggu orang pacaran."
"Hempp...." Tawa Mikha hampir meledak. Sedikit aneh karena Giran biasanya tidak seperti itu. "Bener juga. Dia harus dikerjai."
Tanpa mereka ketahui, Melvin sejak tadi memperhatikan. Dia mengikui Giran, tidak disangka lelaki itu memeluk Mikha dari belakang. Namun, hal itu membuat Melvin naik darah. Bisa-bisanya lelaki itu bersikap sok manis, padahal memegang belati.
Melvin mengembuskan napas, melihat suara Mikha yang terdengar samar. Wanita itu sepertinya sedang menikmati waktunya bersama Giran. Andai bisa, Melvin ingin menarik Mikha. Buat apa menikmati waktu jika ada bom yang siap meledak? Namun, Melvin tidak memiliki alasan kuat untuk itu.
Perlahan, Melvin bergerak mundur lalu berbalik dengan kepala tertunduk. Bahunya terlihat lemas setelah melihat kebersamaan Mikha dan Giran. "Sial! Gue jadi aneh!"
Melvin masuk apartemen dan melihat balok yang tergeletak di dekat sofa. Dia mendekati balok itu kemudian menggerakkan ke arah tembok. Sayangnya, dia tiba-tiba menghentikan gerakannya. "Sial! Gue bahkan kesusahan hancurin ini."
Akhirnya, Melvin meletakkan balok itu ke tempat semula. Kakinya terangkat hendak menginjak. Namun, yang terjadi dia hanya menggerakkan balok itu dengan ujung kaki. Melvin kemudian memilih menjauh.
***
Mikha melirik lelaki yang sedang menyantap es buah di sampingnya. Dia lalu mendongak, melihat jam dinding yang telah menunjukkan pukul enam sore. Sejak tadi siang, Giran bersikap aneh, seperti tidak mau ditinggal.
"Kamu mau?" Giran menyendok es buahnya ke Mikha. "Ada melon kesukaanmu. Rasanya lumayan manis."
"Nggak usah. Aku udah kenyang." Mikha mendorong mangkuk itu dan kembali menatap televisi. Sayangnya beberapa detik kemudian dia kembali menatap Giran.
Giran menoleh, merasa Mikha tengah memperhatikannya. "Kenapa?" Dia menyentuh puncak kepala Mikha dan mengusapnya dengan sayang.
Mikha menggeleng. "Aku ngerasa hari ini kamu agak beda."
KAMU SEDANG MEMBACA
Please, Say Goodbye
General Fiction[UPDATE 2X SEHARI SELAMA RAMADAN] Bagaimana cara mengucapkan selamat tinggal? Mengapa harus mengucapkan selamat tinggal? Apa tidak bisa diperbaiki? -Mikha Tidak semua orang mudah mengucapkan selamat tinggal. -Giran Cukup tinggalkan. -Melvin