29-Good Night

81 13 2
                                    

Jarum jam telah menunjukkan pukul dua belas malam, tapi ada dua orang yang masih sibuk dengan pekerjaannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Jarum jam telah menunjukkan pukul dua belas malam, tapi ada dua orang yang masih sibuk dengan pekerjaannya. Melvin sibuk mengukir sedangkan Mikha menghaluskan ukiran. Mereka bekerja tanpa banyak kata, tidak seperti sebelumnya yang selalu adu mulut.

"Hoam...." Mikha menutup mulut, kantuk mulai datang. Dia meletakkan kayu itu di depannya kemudian menatap Melvin. Dia tersenyum memperhatikan tangan Melvin yang bergerak lues di papan kayu.

"Ngapain lihat-lihat?"

Mikha tersentak mendengar pertanyaan itu. Dia bergeser hingga duduk di samping Melvin. "Lo dulu ambil jurusan apa? Kenapa suka ngukir?"

"Dari dulu emang suka ngehias ruangan. Terus, penasaran bikin sesuatu buat di kamar. Salah satunya ngukir." Melvin menjawab tanpa menatap lawan bicaranya. Mata cokelat gelapnya fokus dengan ukiran daun dengan detail yang cukup kecil.

"Lo banyak bakat, ya. Jadi iri." Mikha menatap depan dengan pandangan menerawang. "Gue nggak pinter, semuanya serba setengah-setengah."

"Lo harus pilih salah satu yang lo suka, terus dalamin ilmu itu."

Mikha mengangguk, pernah mendengar nasihat itu dari salah satu gurunya. "Tapi, tetep aja ngerasa biasa-biasa aja."

Melvin meletakkan papan kayu dengan setengah bagian yang telah terukir. Dia lalu menoleh ke Mikha yang tampak melamun. "Lo punya kelebihan yang nggak gue punya."

"Apa?"

"Lo tetep bisa senyum tanpa beban meski capek," ujar Melvin. "Kalau gue udah pasti uring-uringan."

"Hemp...." Mikha menahan tawa mendengar itu. "Sebenarnya itu udah kebiasaan. Papa ngajarin buat jangan terlalu frustrasi."

Melvin terdiam. Dia tipe lelaki pemikir. Jika, ada satu masalah yang mengganjal dia tidak bisa berpura-pura baik-baik saja. "Tapi, lo nggak merasa terbebani?"

"Gue punya jurus aneh!" jawab Mikha antusias. "Mau denger?"

"Jurus kodok loncat?"

"Ish...." Mikha memukul lengan Melvin. "Gue sering ngomong sama tembok buat ngeluarin isi hati gue. Jangan terlalu sering pendam perasaan, lo nggak tahu ke depannya bakal tetep kuat atau makin terpuruk."

"Ha?"

"Serius!" Mikha mengangguk dengan wajah serius.

Cara itu sebenarnya sangat aneh bagi Melvin. Namun, sepertinya cukup ampuh karena tembok jelas tidak akan memberi tahu rahasianya. Melvin geleng-geleng, merasa aneh sendiri jika membayangkan itu.

"Lo coba, deh! Pasti lega." Mikha menatap depan sambil tersenyum kecil.

"Oke. Kapan-kapan gue coba." Melvin menatap depan sambil tersenyum samar. Sepertinya tembok di depannya akan menjadi sasaran.

Please, Say GoodbyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang