"Aku nggak akan bahas soal pernikahan lagi."
Giran memperhatikan ekspresi Mikha yang agak sendu, tapi bibirnya tersenyum. "Oke!" Dia mengusap puncak kepala Mikha dengan sayang. Dia tersenyum, memperhatikan wanita cantik yang sejak SMA mengisi hari-harinya itu. "Kita berangkat bareng? Aku siap-siap dulu."
"Hmm...." Mikha mengangguk.
Giran mengajak Mikha kembali ke ruang tamu. Setelah itu dia masuk kamar. Pandangan Giran tertuju ke foto masa SMA-nya yang tertempel di dinding. Di sana ada dia dan Mikha yang berpose dengan canggung. Kemudian dia menatap foto lain yang diambil setahun lalu saat mereka liburan ke pantai. Setelah itu, tidak ada foto terbaru.
Sementara Mikha duduk di sofa sambil menatap pintu kamar Giran yang kembali tertutup rapat. Dia lega bisa berbaikan dengan lelaki itu. "Gue janji nggak akan banyak mikir dan coba jalani semuanya tanpa banyak ekspetasi."
***
Mau nggak kalau liburan bareng?
Pertanyaan itu terngiang di kepala Mikha sejak tadi pagi. Giran tiba-tiba mengajak liburan, padahal sebelumnya jarang mengajak lebih dulu. Giran lebih sering berada di zona nyaman yang hanya mengajak kencan dengan makan malam.
"Ish! Seneng banget gue!" Mikha berjalan di lorong apartemen sambil tersenyum lebar.
Rencananya, Sabtu nanti akan liburan ke puncak. Karena itu mulai sekarang Mikha menyiapkan cemilan. Giran sangat suka dengan cookies atau hal-hal yang terbau roti. Sekarang di tangan Mikha terdapat kantung belanjaan yang berisi makanan kesukaan Giran.
Bip....
Perhatian Mikha teralih mendengar suara itu. Pandangannya terarah ke depan, melihat Melvin yang mengenakan kemeja putih lengan pendek. Lelaki itu berdiri di depan pintu sambil mengecek sesuatu di tabletnya. "Melvin...." Mikha berlari mendekat.
Konsentrasi Melvin seketika hilang. Dia mengangkat wajah dan melihat Mikha yang tersenyum lebar. Satu alisnya terangkat kemudian menatap wanita itu dari ujung rambut hingga ujung kaki.
"Kenapa? Nggak seneng lihat gue ceria?" tanya Mikha tidak terima.
Melvin mendekap tabletnya lalu menatap Mikha saksama. "Ada hal bagus?"
"Tentu! Berkat lo." Mikha mengatakan apa adanya. Andai Melvin tidak menasihatinya, pasti dia akan berpikir jika sikap Giran berubah.
Pandangan Melvin lalu tertuju ke kantung belanjaan Mikha kemudian merebut benda itu. "Makasih."
"Eh!" Mikha menarik kantung itu mendekat. "Ini bukan buat lo!"
"Jadi, balasan buat gue cuma kopi bekas?"
"Itu nggak bekas, Melvin!" jawab Mikha penuh penekanan. Dia menarik kantung keresek itu, tapi Melvin ikut menarik juga.
Melvin sempat melihat ada roti bolu kesukaannya. "Gue butuh roti, Mik."
KAMU SEDANG MEMBACA
Please, Say Goodbye
General Fiction[UPDATE 2X SEHARI SELAMA RAMADAN] Bagaimana cara mengucapkan selamat tinggal? Mengapa harus mengucapkan selamat tinggal? Apa tidak bisa diperbaiki? -Mikha Tidak semua orang mudah mengucapkan selamat tinggal. -Giran Cukup tinggalkan. -Melvin