Tet....Lelaki yang mengenakan setelan serba hitam berdiri di sebuah rumah berpagar kayu. Dia melihat pintu garasi terbuka dan ada mobil yang terparkir. Namun, sudah tiga kali dia memencet bel, tapi tidak ada yang menanggapi.
"Ck!" Melvin mendekati pagar dan mendorongnya. Ternyata tidak terkunci. "Masih ada ceroboh."
"Sorry lama!" Kemudian ada seseorang mendekat.
Melvin menjauhkan tangan dari pagar besi itu dan menatap depan. Dia melihat seorang lelaki yang mengenakan kaus tanpa lengan berdiri kaget di depan pintu garasi. Melvin memaksakan senyuman lalu menggerakkan tangannya kaku.
"Masuk, Vin!" Dante buru-buru mendekat dan membuka gerbang. Dia menarik tangan Melvin dan sedikit menyeretnya menuju dalam rumah. "Salfa! Ada Melvin."
Jantung Melvin berdegup lebih cepat. Tidak ada yang salah dalam dirinya. Dia memutuskan datang ke rumah Salfa setelah sebulan pertemuan terakhir mereka. Baginya, semua permasalahan sudah selesai. Namun, dia ingin memberi penekanan lagi.
"Melvin?" Wanita yang sebelumnya berada di dapur seketika keluar. Dia terdiam, mendapati seseorang yang mengenakan setelan kantoran. Matanya seketika berkaca-kaca. Tidak pernah terbayangkan, Melvin akan datang kembali.
"Sini. Lo mau minum apa?" tanya Dante.
Melvin duduk di sofa single lalu melirik figura yang dulu berisi lukisan darinya sekarang berganti dengan foto pernikahan Salfa dan Dante. Anehnya, dia tidak marah atau kecewa. Bolehkah Melvin bilang jika sebenarnya dia sudah ikhlas?
"Vin, gue bikinin spageti, ya!" tawar Salfa karena Melvin hanya diam saja.
"Nggak usah. Gue cuma bentar." Melvin memaksakan senyuman. "Gue mau minta maaf."
Dante dan Salfa saling pandang. Mereka lantas duduk di sofa panjang seberang Melvin. "Justru gue yang harus minta maaf," ujar Dante. "Gue diem-diem nyari tahu lo. Sampai nekat ke apartemen."
Melvin mengangguk paham. "Gue tahu kalian pasti ngerasa bersalah."
"Pasti, Vin!" jawab Salfa. "Gue bahkan selalu ngerasa kejadian itu kayak kemarin."
"Hem...." Melvin meremas sisi celananya. "Gue doain semoga pernikahan kalian langgeng. Dan semoga dapet momongan."
"Hiks...." Air mata Salfa seketika turun.
Dante seketika beranjak dan memeluk Melvin. "Maaf, Bro!" bisiknya. "Gue harap lo jauh lebih bahagia dari gue sama Salfa."
"Ya, thanks." Tangan Melvin terasa bergetar. Perlahan dia mengangkat tangan dan menepuk pundak Dante. Sebelum akhirnya membalas pelukan. "Jangan pernah mikir semuanya karena kesalahan kalian di masa lalu. Coba ambil sisi positifnya."
"Melvin, makasih!" Salfa berdiri, melihat suami dan mantannya yang berpelukan. "Gue boleh peluk lo? Sebagai teman."
Dante berdiri lalu mempersilakan Salfa. Sayangnya, Melvin segera berdiri dan menggeleng tegas. "Pahami posisi gue, ya!" tolak Melvin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Please, Say Goodbye
General Fiction[UPDATE 2X SEHARI SELAMA RAMADAN] Bagaimana cara mengucapkan selamat tinggal? Mengapa harus mengucapkan selamat tinggal? Apa tidak bisa diperbaiki? -Mikha Tidak semua orang mudah mengucapkan selamat tinggal. -Giran Cukup tinggalkan. -Melvin