Demi ketampanan haqiqinya Lee Jong-suk, aku bahkan tidak pernah merasa peduli dengan apapun disekitarku kecuali keselamatan ku sendiri ditempat antah berantah yang entah sejak kapan mulai ku anggap rumah. (Rumah sementara maksudnya.)
Aku, yang dulu bersikap semauku, suka merepotkan orang, dan yang lebih buruknya lagi tidak peduli dengan orang-orang disekitarku kini menahan tangis didepan seorang pangeran sekarat karena tenggelam! (Sungguh tidak epic. andai kata Xander sekarat karena tertusuk pedang atau yang lebih epic nya lagi berlumuran darah ditengah situasi Medan perang, itu baru epic!) Ya, itu dia.
Aku bahkan rela membuat nafas buatan tanpa pikir panjang untuknya! UNTUKNYA! akan lebih baik jika kedepannya rencana kami berdua: menamatkan cerita ini berakhir sempurna dan berjalan dengan baik tanpa embel-embel apapun. Jadi semua hal yang aku lakukan untuk menyelamatkan partner in crime ku ini tidak akan sia-sia bukan?
Sungguh, bibirku benar-benar ternoda.
Untuk yang kedua kalinya setelah insiden Edwin mabuk.
Huft.
"Giselle, kau tidak apa-apa kan setelah masuk kedalam air?"
Eleonora menghampiriku dan duduk disebelahku. Aku mengerti dengan ia yang berusaha menghiburku setelah apa yang aku lihat didalam air. Seperti ucapannya sebelumnya, danau itu mengerikan. Dan masuk kesana membuatku melihat apa yang tidak ingin aku lihat. Danau itu seolah menunjukkan ketakutan terbesarku.
Tapi masalahnya, bukannya melihat sesuatu yang pantas disebut sebagai sebuah 'ketakutan' danau itu malah memperlihatkan 'masa depan'. Wow, apakah ini yang disebut hoki oleh anak-anak zaman sekarang?
"Aku baik-baik saja. Untungnya juga aku tidak menelan banyak air, jadi aku tidak perlu repot-repot seperti dia~" aku menunjuk Xander yang sibuk dengan dirinya saat ini. Ya, anak itu jadi sedikit lebih tenang setelah ... Yah ... Itulah pokoknya.
"Tapi ngomong-ngomong, kau itu kejam juga ya dalam menyembunyikan kebenaran."
Eleonora melotot mengerikan. Aku mengalihkan pandanganku seraya menyatukan kedua tangan didepannya. "Maaf, aku tidak bermaksud bersikap tidak tahu diri, itu terjadi begitu saja. Sungguh."
Eleonora tertawa dan menepuk-nepuk kepalaku seperti seorang kakak kepada adiknya. "Pokoknya kalau aku dapat kembali, aku harus memberikan ucapan selamat besar-besaran untuk pertunangan kalian yang aku lewatkan."
Sebenarnya rangkaian kejadiannya seperti ini:
1. Xander sadar.
2. Eleonora mencak-mencak gegara kami yang tiba-tiba seenaknya dan mengabaikan dia.
3. Eleonora menyebut jangan-jangan aku dan Xander adalah sepasang kekasih.
4. Aku bersikeras tidak dan Eleonora melakukan trik "cieee, ah masa? Gak keliatan tuuh, kalian pacaran kan~" ala sobat SMA yang merayu temannya yang baru jadian buat dapat traktiran.
5. Aku bersikeras lagi bahwa itu bukan ciuman pertamaku. Xander yang merasa bersalah entah bagaimana membuka mulutnya: "maaf, sepertinya ada kesalahpahaman, tapi dia sudah punya tunangan."
6. Lalu Eleonora bertanya dengan santai: "siapa?" Lalu si pangeran ini berkata dengan santainya~: "Edwin."
AAAKH!!! TIDAK BISAKAH KONTRAK KAMI BERAKHIR DAMAI?!
Dan berkat itu pulalah Xander yang semula terlihat senang dan ... Eum, bagaimana menggambarkan nya? Bahagia? Jadi murung seperti ini?
***
Baru tiga jam setelah ia sadar, Xander menarik nafas pelan dan menoleh ke arah dua kaum hawa yang kini bercengkrama bersama ditepi danau.
Samar-samar ia mengingat pembicaraan mereka yang terjadi sebelumnya.
Giselle dengan wajah memerah menolak tegas kata-kata Eleonora dan secara blak-blakan mengungkap sesuatu yang bahkan ia sendiri tidak menyangkanya.
"Itu bukan ciuman pertamaku, tolong berhenti menggodaku dan Xander seperti itu!"
Xander menyentuh bibirnya. Ada sesuatu yang aneh yang terjadi jauh di lubuk hatinya. Setelah melihat semua ilusi dari masa lalu yang ditunjukkan kepadanya di dasar danau, Xander tidak lagi melihat Giselle sebagai sosok seorang partner in crime yang sepakat untuk mengubah ending cerita.
Ia mendesah pelan dan memegang gagang pedangnya. Berbalik kearah mereka.
"Nona-nona, aku akan pergi berburu sebentar."
Setidaknya ia harus berusaha mengalihkan pikirannya dari sesuatu yang merepotkan seperti perasaan.
***
"Dimana dia?"
Edwin terlihat gelisah.
Gadis yang menjadi pendamping nya dalam acara ini tiba-tiba menghilang dengan meninggalkan rumor bahwa ia pergi bersama Loys yang bahkan batang hidungnya saja tidak terlihat saat ini.
Edwin berusaha berpikiran positif, tidak mungkin Giselle terlibat dengan lelaki itu selain jika lelaki itu sendiri yang melibatkan dirinya.
"E... Edwin."
Suara yang terdengar familiar membuatnya berbalik, dibelakangnya Giselle tersenyum kecil dan menghampirinya dengan cepat.
"Maaf membuatmu menunggu begitu lama. Aku lupa waktu dan meninggalkan mu seperti ini. Maafkan aku."
"Tidak apa-apa." Ia menghela nafas lega setelah jemari halus itu menggenggam kedua tangannya. "Yang penting kau kembali. Ini sudah hampir tengah malam, haruskah kita pulang?"
"Pulang?"
"Ya, Pesta ini melelahkan. Lebih baik kita pulang bukan?"
Entah bagaimana Giselle terlihat aneh, cara bicaranya juga terdengar lebih halus dan lembut. Tidak seperti biasanya yang bahkan ketika ia berbicara pelan pun Edwin dapat mendengar bahwa gadis itu tengah menahan diri untuk tidak meninggikan suaranya. Edwin memijit pelipisnya, berpikir bahwa itu terlalu lelah hingga berpikir yang tidak-tidak saat ini.
'aku berpikir yang tidak-tidak karena lelah.'
Giselle meraih tangannya dengan cepat dan menggandengnya.
"Iya, ayo kita pulang. Pestanya melelahkan." Ia tersenyum. "Lebih baik bersantai didepan perapian dengan coklat panas bukan? Pesta ini masih lama akan berakhir."
"Iya, kau benar." Edwin mengambil jubahnya dari pelayan didepan pintu masuk. "Berada di pesta hanya membuang waktu dan tenaga, bukan begitu?"
Giselle yang mendengarnya tersenyum.
"Benar, Edwin."
'satu langkah menuju hari pengulangan.'
'katakan selamat tinggal dan lupakan semuanya, Grand duke.'
Bismillah, semoga tamat di chapter 70, aamiin.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Giselle but I'm not Giselle
Fantasy[ Renaître Series #3 ] Siapa yang tidak mengenal sosok Giselle? tokoh seorang gadis dalam drama theater ballet 'Giselle'. seorang gadis desa naif yang menjalin hubungan cinta dengan seorang bangsawan. kisah cinta bak cerita negeri dongeng, semuanya...