[2nd] Chapter 40

1.6K 317 18
                                    

'Salju pertama'

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

'Salju pertama'

*

Edwin memandang kepada lilin yang menjadi sumber cahaya didalam koridor yang gelap. Ia lalu berbelok pada sebuah pintu dilantai ketiga yang selalu tertutup rapat. Itu adalah kamar kosong tanpa pemilik.

Dan ketika Edwin membuka pintu itu, ia dapat merasakan dingin. Udara dingin yang menyesakkan. Lilin itu menerangi beberapa jarak penglihatannya. Edwin berbalik, memandang sebuah pigura yang terpasang pada dinding.

Keluarga Duke Ivory, berhasil mendapatkan gelar 'Grand Duke' setelah berhasil menumpas beberapa pemberontakan dari kerajaan yang memusuhi Rhineland.

Dan pada figura itu, ada lukisan potret Duke terdahulu. Lalu kakek buyutnya, lalu kakek dari kakeknya, lalu ayahnya, lalu kakaknya.

Dan yang terakhir adalah ia.

Terlahir tanpa kasih kedua orang tua, Edwin dibesar oleh kakaknya seorang diri. Bagi Edwin, Eleonora adalah saudari terbaik, satu-satunya keluarganya. Perisainya. Pelindung nya.

Kakaknya ada segalanya.

"Bukankah kau merindukan nya?"

"...."

"Kenapa kita tidak melakukan suatu kesepakatan juga?"

"...."

Bisikan itu terus-menerus mendengung ditelinganya. Edwin mengabaikan nya, memandang kepada potret kedua orangtuanya dan kakaknya.

"Buatlah kesepakatan. Berikan gadis itu. Dan kau akan mendapatkan kembali keluargamu satu-satunya. Bukankah itu bagus?"

"Kalian hanya memberikan tipuan."

Edwin mengangkat sudut bibirnya dan tersenyum miring.

"Aku tidak tahu mengapa kalian begitu menginginkan nya, tapi yang aku tahu. Orang yang sudah masuk kedalam pusara kematian kalian tidak akan pernah kembali. Meninggal. Masuk kedalam alam kalian."

Edwin sedikit meringis kala mengingat bagaimana ingatan samar tentang kakaknya yang tertinggal didalam hutan.

"Kami bisa membantah hal itu."

"Bagaimana cara kalian ingin membuktikan hal itu?"

Edwin memandang keseluruh sudut hening ruangan itu. Gelap, dan hanya lilinnya yang menjadi sumber cahaya.
Suara itu menghilang, Edwin memandang pada tirai putih yang terus bertebangan tertiup oleh angin.

Lalu, Edwin terdiam.

Didepannya. Ia berdiri. Menatapnya dengan hangat. Merentangkan kedua tangannya. Tersenyum lembut, Edwin  berjalan mundur dengan gugup.

'mereka tidak nyata, mereka tidak nyata!'

Sosok Eleonora tersenyum pada pemandangan Edwin yang berjalan mundur.

I'm Giselle but I'm not Giselle Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang